Kamis 05 Aug 2010 06:12 WIB

Bapeten Yakin tak Ada Tambang Uranium di Freeport

Rep: Dewi Mardiani/ Red: Endro Yuwanto
Penambangan PT Freeport di Papua
Penambangan PT Freeport di Papua

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), As Natio Lasman, menegaskan, Bapeten yakin bahwa areal pertambangan PT Freeport Indonesia di Papua tidak menambang uranium. Keyakinan ini diperoleh setelah Bapeten memeriksa lokasi, peta, dan geologi, di daerah penambangan Freeport.

''Bapeten yakin bahwa di situ tak ada penambangan uranium. Kami juga menggunakan citra dari foto udara Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). Kalau ada penambangan baru akan terlihat dari peta foto udara. Di sana tak ada penambangan lain. Kalau di luar Freeport, kami belum lihat,'' kata As saat menyampaikan hasil pemeriksaan tim yang dikirimkan ke lokasi Freeport-Papua, di Jakarta, Rabu (4/8).

Pemeriksaan ini merupakan inisiatif Bapeten yang bertugas untuk menjamin keselamatan dan keamanan radioaktif, serta mengamankan radioaktif agar tidak keluar dari negara. ''Kami melakukan antisipasi dan berinisiatif untuk melakukan pemeriksaan. Ini murni bukan permintaan dari atas, tapi karena fungsi dan tugas kami,'' jelasnya.

Pihaknya juga mengatakan bahwa pengawasan penggunaan radioaktif ada pada Bapeten. Sedangkan untuk memproduksi, termasuk uranium, dikelola oleh negara, melalui Batan (Badan Tenaga Atom Nasional).

Atas tugas tersebut, As menambahkan bahwa informasi yang beredar di masyarakat perlu diperiksa kebenarannya. Tim pun dikirimkan ke pertambangan Papua untuk survei pada 24-27 Juli. Mereka adalah empat orang dari Bapeten (Reno Alamsyah untuk keamanan radiasi, Yanuar Wahyu Wibowo untuk keamanan nuklir, Sumedi untuk keamanan radiasi, dan Ahmad Muhtar untuk geologi) dan satu orang dari Batan (I Gede Sukadana untuk geologi).

Tim bertugas melihat seluruh area PT Freeport sesuai yang ditentukan Bapeten, dari hulu ke hilir. Mereka melakukan pemetaan paparan radiasi (radiometri) dan pengambilan sampel dan bijih di empat titik, yaitu pelabuhan, tambang Mill 74, Grassberg (tambang tembaga tertinggi di dunia, 4.825 meter), dan Hannekam Tunnel (di antara Tembagapura dan Timika).

''Titik-titik itu sudah cukup mewakili. Kami ambil lokasi itu agar kalau pun ada yang lolos, akan ketahuan. Kami dapat peta Lapan untuk mengetahui aktivitas dari pertambangan tersebut, termasuk area yang sudah lama ditinggalkan,'' sambung As.

Paparan radiasi sama dengan Jakarta dan kota lainnya

Hasil pemeriksaan radiometri menunjukkan bahwa laju paparan radiasi di semua lokasi pengambilan sampel adalah cacah latar belakang (background). Radiasinya berkisar antara 0,03 - 0,10 mikroSievert/jam. Angka ini tak banyak berbeda dengan laju paparan radiasi di Jakarta atau kota-kota besar lainnya.

Untuk kandungan uraniumnya, kata As, ditemukan sekitar 1-8 ppm. Sementara, untuk produksi uranium, diperlukan kandungan di atas 500 ppm, seperti di Kalimantan Barat (500-1.300 ppm). Temuan di Freeport yang mencapai 1-8 ppm dibandingkan per sejuta molekul tambang. ''Dengan demikian, dari Bapeten melihat bahwa tak ada penambangan uranium di pertambangan Freeport, kecuali di tempat lain yang memang belum kami lihat,'' tegasnya.

Untuk geothermal, kata As, bisa mengandung berbagai mineral, misalkan di Kawah Kamojang. Namun, di satu tempat dan tempat lain, mineralnya berbeda-beda. Hanya, temuan batuan di pertambagan Freeport ini sangat jauh di bawah kadar untuk ditambang.

Dikatakannya, Bapeten setiap tahun ke sana untuk inspeksi zat radioaktif penambangan. ''Kami juga ambil sampling untuk inspeksi pemanfaatan radioaktifnya dalam penambangan.''

Pengiriman tim pemeriksaan itu menggunakan anggaran Bapeten. Hanya, sambungnya, ada kendala teknis dan non teknis saat itu. Penerbangan ke Papua ada kendala. Kemudian, karena ada penerbangan harian Freeport Jakarta-Papua, maka tim ditawari untuk menggunakan penerbangan Freeport. Di lapangan yang cukup ekstrem, tim juga mendapatkan bantuan fasilitas Freeport.

''Meski begitu, kami punya kebebasan untuk deteksi lokasi. Para inspektur memanfaatkan fasilitas di sana karena keadaan lingkungan di sana sangat rusak. Kami tetap independen. Kami pun lapor ke KPK,'' jelas As.

Sebelumnya, pada pertengahan Juli 2010, salah seorang anggota DPRD Papua menyampaikan informasi yang didapatnya. Informasi itu menyatakan bahwa di PT Freeport Indonesia dilakukan penambangan uranium. Atas informasi itulah, Bapeten mengirimkan tim, yang juga memasukkan anggota dari Batan untuk pengujian sampel di laboratorium geologi Batan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement