Selasa 13 Jul 2010 08:23 WIB

Gubernur Kaltim Keluhkan Pembunuhan Karakter Atas Dirinya

REPUBLIKA.CO.ID,SAMARINDA--Gubernur Kaltim kembali memberikan tanggapan atas penetapan dirinya sebagai tersangka oleh Kejaksan Agung, yakni terkait kasus penjualan saham lima persen hasil divestasi PT. Kaltim Prima Coal (KPC) yang menjadi milik Pemkab Kutai Timur mencapai Rp 576 miliar.

"Ditetapkan saya sebagai tersangka, maka ini merupakan pembunuhan karkater," kata Gubernur Kaltim, Awang Faroek Ishak disampaikan dalam jumpa wartawan di Samarinda, Senin.

Awang menilai bahwa penetapakan dirinya sebagai tersangka agak membingungkan karena selama ini jaksa tidak pernah menanyakan dirinya, misalnya sebagai saksi dalam kasus itu sehingga menilai ada unsur pembunuhan karakter dirinya sebagai pemimpin di Kaltim.

Jaksa Agung menjerat Awang sebagai tersangka karena dianggap orang paling bertanggung jawab dalam mengelola dana hasil penjualan saham itu. Pelanggaran yang disangkakan, yakni hasil penjualan saham itu tidak langsung dimasukkan ke dalam kas daerah sehingga bertentangan dengan peraturan pengelolaan keuangan negara.

Faroek yang disangka berkorupsi saat masih menjadi Bupati Kutai Tmur (Kutim) ini kemudian menceritakan kronologis penjualan saham lima persen dari PT. Kaltim Prima Coal (KPC) yang terjadi mulai 2002 hingga 2006.

Pada 12 Oktober 2001 hingga 21 Mei 2003, Faroek beserta Suwarna AF yang saat itu Gubernur Kaltim, dan Ketua DPRD Kaltim bersama-sama berjuang untuk mendapatkan divestasi 51 persen saham PT KPC.

Kemudian berdasarkan sidang kabinet terbatas 31 Juli 2002, diputuskan calon pembeli untuk 20 persen saham KPC jatah pemerintah pusat adalah PT. Tambang Batubara Bukit Asam (Persero), dan calon pembeli 31 persen saham KPC merupakan jatah Pemprov Kaltim.

Dari jatah 31 persen itu, kemudian dibagi kepada dua Perusda, yakni 12,4 persen melalui Perusda Melati Bhakti Satya (MBS) milik Pemprov, dan yang 18,6 persen untuk Pemkab Kutai Timur melalui Perusda Pertambangan Energi Kutai Timur (PEKT).

Pada 21 Mei 2003 Faroek mengundurkan diri dari bupati karena mencalonkan diri menjadi Gubernur Kaltim periode 2003-2008. Namun saat itu Faroek kalah bersaing dengan Suwarna AF. Akhirnya Faroek diangkat menjadi staf ahli gubernur Bidang Lingkungan Hidup.

Sejak saat itu hingga 13 Februari 2006, maka Kutai Timur dipimpin oleh Mahyudin. Di masa Mahyudin inilah terjadi musyawarah dengan PT Bumi Resources (BR) pemilik PT KPC. Pada 13 Oktober 2003 ditandatangani perjanjian jual beli saham 55.800 saham milik KPC.

Penandatanganan itu dilakukan oleh Ari S Hudaya selaku Direktur Utama (Dirut) PT BR dan Mahyuddin selaku Bupati Kutai Timur (Kutim).

Dalam perkembangannya, saham dari 18,6 persen itu dijual kembali kepada PT BR sebanyak 13,6 persen, dan Pemkab Kutim mendapat saham sebesar 5 persen (golden share). Bupati kemudian membentuk PT Kutai Timur Energi (KTE) dan menyerahkan pengelolaan saham KPC yang lima persen itu.

Masih menurut Faroek, berdasarkan penjelasan Bupati Kutim saat ini, yakni Isran Noor, penjualan saham lima persen atau sama dengan Rp 576 miliar dapat dilihat dalam laporan hasil audit Ernet & Young, masih direkening PT. KTE dalam Bank Mandiri dan Bank BNI Sangatta, jadi tidak ada unsur korupsi karena uang negara tidak ada yang hilang.

"Jadi tidak ada unsur sehingga negara dirugikan," imbuh dia.

Saat itu DPRD setempat setuju mengatur alokasi dana tersebut namun karena PT KTE adalah perusahaan swasta yang mengharuskan keputusan tetinggi ada pada RUPS, maka penggunaan dana diputuskan dalam RUPS PT KTE namun hingga kini uang itu masih utuh dalam dua bank tersebut.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement