Sabtu 26 Jun 2010 04:57 WIB

Edukasi dari KPI untuk Infotainment

Rep: Rosyid Nurul Hakim / Red: Endro Yuwanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan mencoba memberikan edukasi pada orang-orang yang terlibat dalam tayangan infotainment. Tujuannya untuk memberikan pemahaman tentang pedoman peliputan dan penyajian tayangan yang baik.

"Ini masalah yang besar, laporan dan teguran paling banyak itu sinetron dan infotainment," ujar Ketua KPI, Dadang Rahmat Hidayat, ketika berkunjung ke kantor Republika, Jumat (25/06).

Menurut Rahmat, bentuk edukasi yang diberikan adalah sebuah pelatihan. Jangka waktu yang direncanakan selama tiga bulan.

Materi-materi yang akan diberikan meliputi pemahaman Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS), kode etik jurnalistik, Undang Undang (UU) Penyiaran, UU Pers. Pelatihan akan dimulai dari para produser lalu turun hingga peliput yang berhadapan langsung dengan sumber berita.

Bagi Dadang, fenomena video mirip artis terkenal menjadi momen yang tepat untuk melihat kinerja para pekerja infotainment. Cara-cara penyampaian berita ataupun proses peliputan fenomena itu menunjukan perlu adanya semacam pemahaman kembali terkait kaidah jurnalistik.

Wajah Baru KPI

Selain mengungkapkan keinginannya untuk memberikan edukasi untuk orang-orang yang terlibat dalam tayangan infotainment. Dalam kunjungannya Dadang juga banyak bercerita tentang misi KPI ke depan. "Kami ingin membangun hubungan positif dengan lembaga penyiaran," ujarnya.

Selama ini, kesan resistensi yang selalu tampak dari hubungan KPI dengan lembaga penyiaran. Kekhawatiran dan ketakutan seringkali muncul, karena gambaran KPI yang selalu datang hanya untuk menyampaikan teguran atau sanksi. Kemudian ada banyak pula fenomena lain yang memperburuk hubungan tersebut.

Ada kesan bahwa KPI selama ini selalu tebang pilih dalam memberikan teguran terkait sebuah tayangan di televisi. Ketika memberikan sanksi terhadap sebuah program acara. Maka pengelola program acara itu selalu merasa bahwa hanya dirinya saja yang diberikan hukuman sedangkan program di televisi lain tidak.

Kesan lain yang juga muncul adalah adanya semacam pembiaran oleh KPI terhadap tayangan yang tidak layak. "Kami sudah baik tidak menampilkan yang berdarah-darah, tapi kok KPI diam saja terhadap yang lain yang menampilkan darah-darah," ujar Dadang mencontohkan komentar yang sering muncul dari stasiun televisi.

Kesan-kesan buruk yang muncul itu, ke depan hendak dikikis oleh Dadang dan seluruh jajaran di KPI. "Kami akan mencoba lebih banyak berkomunikasi," katanya.

Saat ini, KPI akan lebih proaktif mendekati lembaga penyiaran. Tidak dalam konteks negatif tetapi untuk bisa saling menjaga sehingga tayangan yang akhirnya muncul di televisi menjadi layak tonton.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement