REPUBLIKA.CO.ID,MAKASAR--Kejaksaan Negeri Makassar kembali melayangkan surat pemanggilan untuk ketiga kalinya pada tiga mantan pejabat PT Telkom Divisi Regional VII untuk diproses secara hukum.
"Kami sudah melayangkan surat pemanggilan yang ketiga kalinya, namun ketiga mantan pejabat tinggi PT Telkom Divre VII itu belum hadir," kata Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat Amir Syarifuddin di Makassar, Rabu.
Ketiga mantan pejabat Telkom Divre VII adalah mantan Kepala Telkom Divre VII Koesprawoto, mantan Ketua Koperasi Karyawan PT Telkom Divre VII Raden Heru Suyanto dan mantan Deputi Divre VII Eddy Sarwono.
Menurut Amir, pemanggilan ketiga mantan pejabat PT Telkom tersebut atas keputusan Mahkamah Agung (MA), setelah hasil persidangan di PN Makassar pada 2008 yang membebaskan ketiga terdakwa dari tuduhan penyaluran lalulintas percakapan yang telah menimbulkan kerugian negara.
Namun setelah kasus itu ditelaah kembali oleh MA, diputuskan bahwa ketiganya telah bersekongkol menyalurkan lalulintas percakapan ilegal, sehingga menimbulkan kerugian negara.
Ketiga terpidana tersebut dinyatakan bekerjasama menggunakan fasilitas milik Telkom, berupa E1, yang disambungkan ke sentral lokal milik PT Telkom Kaliasem. Melalui traffic voice ini masuk ke sentral truk milik PT Telkom ke penerima telepon lokal dan sambungan langsung jarak jauh di seluruh Indonesia.
Sementara barang bukti yang disita Kejari Makassar berupa tanah di Jl Telkomas, bangunan di Jl Pettarani Makassar dan di Kabupaten Takalar. Selain itu, Kejari juga menyita tanah dan bangunan serta peralatan internet milik PT Telkom senilai Rp 10,3 miliar.
Mengenai surat pemanggilan ketiga mantan pejabat PT Telkom itu, ia mengatakan, sudah dilayangkan ke alamat masing-masing di Bandung dan Jakarta. Namun bila tidak segera disikapi, pihaknya akan menjemput paksa.
Lebih jauh, dia mengatakan, sebelumnya lewat kuasa hukum terdakwa diketahui, jika kliennya sakit, karena "Shock" mendapatkan surat pemanggilan pertama. Ketiga terdakwa tidak pernah menyangka jika kasus tersebut dibuka kembali, setelah divonis bebas.
"Dengan menyertakan surat keterangan sakit, kuasa hukumnya mengatakan jika kliennya sangat terpukul dengan adanya upaya hukum atas kasus itu," katanya.