REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Hampir semua pelaksanaan pemilihan umumum kepala daerah (pemilukada) di berbagai daerah selama tiga bulan ini menuai banyak masalah. Penyelenggaraan Pemilukada termasuk pengawasannya juga dinilai mengalami penurunan kualitas. Hal ini terangkum dalam diskusi di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Senin (14/6).
Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi), Jerry Sumampouw, menerangkan, pelaksanaan Pemilukada di 92 daerah pada bulan April, Mei, dan Juni ini menuai banyak masalah. Jerry memerinci, pelanggaran Pemilukada mencakupi masalah daftar daerah pemilihan tetap (DPT) (13 persen), surat suara (7,6 persen), kericuhan/kerusuhan (7 persen), politik uang (8,7 persen), dan masalah lain (penurunan spanduk, intimidasi) (15, 3 persen.
Jerry juga menyoroti penurunan kinerja penyelenggara Pemilukada. Lembaga penyelenggaan pemilu, kata Jerry, justru sangat rawan ikut “bermain” di Pemilukada. Jerry yakin, penurunan kinerja penyelenggara pemilu akibat tidak pernah ada sanksi bagi penyelenggara pemilu ketika melakukan kesalahan. Jerry mencontohkan, saat KPU dinyatakan bersalah oleh Mahakamah Konstitusi (MK) dalam Pemilukada Jawa Timur, tidak ada sanksi yang diberikan kepada KPU. “Harusnya saat itu KPU bisa dipidana,” kata Jerry.
Sementara itu Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti, menambahkan, secara kualitatif, Pemilukada semakin bermasalah. Dalam rentang waktu tiga bulan pelaksanaan Pemilukada, kata Ray, laporan gugatan ke Mahkamah Konsitusi soal perselisihan pemilu telah mencapai 28 kasus. “Tingginya laporan ke MK ini menunjukkan ketidaksiapan penyelenggara Pemilukada,” tambah Ray.
Penurunan kualitas penyelenggaraan Pemilukada, kata Ray, juga dalam hal independensi penyelenggara Pemilukada. Tidak hanya KPU, menurut Ray, panitia pengawas juga banyak yang berpihak ke salah satu kandidat. Panitia pengawas di deerah, kata Ray, tidak berfungsi meminimalisir pelanggaran.
Adapun, anggota Komisi II DPR, Arif Wibowo, mengatakan, perlu ada paket perubahan Undang-undang Politik dan Pemilu. Bagi Komisi II DPR, kata Arif, pelanggaran dalam Pemilukada adalah sesuatu yang bisa diprediksi akibat regulasi pemilu yang carut-marut. “Contohnya, KPU hingga kini tidak pernah merevisi 12 regulasi yang sudah lama diminta oleh DPR,” tambah Arif.