REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Mahkamah Agung (MA) menolak Peninjauan Kembali (PK) kasus tunggakan pajak PT Kaltim Prima Coal (KPC) karena kesalahan Dirjen Pajak. Instansi keuangan itu telah salah prosedur dalam mengajukan permohonan PK.
Sehingga menurut Juru Bicara MA, Hatta Ali, isu-isu yang berkembang di media massa bahwa putusan itu mendapatkan pengaruh dari Sekretariat Gabungan atau pihak-pihak yang lain adalah kesalahan. "Saat ini saya pertegas. Sama sekali tidak ada intervensi dari siapapun juga," ujarnya di hadapan wartawan ketka konferensi pers di gedung MA, Senin (31/05).
Dia bahkan menantang orang-orang yang menyatakan adanya intervensi itu untuk membuktikannya.
Dari sisi yuridis, penolakan MA itu sudah benar karena keputusan Dirjen Pajak untuk melakukan pemeriksaan bukti permulaan mengandung cacat yuridis dari sisi prosedural. Hatta menjelaskan bahwa pada setiap pemeriksaan yang akan ditingkatkan statusnya menjadi pemeriksaan bukti permulaan harus didahului dengan penghentian pemeriksaan LPPS (Laporan Pemeriksaan Pajak Sumir).
Namun, dalam kasus KCP ini, Dirjen pajak justru mengeluarkan SK (Surat Keputusan) pemeriksaan bukti permulaan pada tanggal 4 Maret 2010, sedangkan SK penghentuan LPPS baru dikeluarkan pada 5 Maret 2009. "Dengan demikian secara logika sudah kelihatan. SK yang terbit itu mustinya dibalik," katanya.
Padahal aturan prosedural itu sudah sangat jelas tercantum dalam Undang Undang (UU) Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Sehingga menurut majelis hakim yang menyidangkan kasus tersebut, Dirjen Pajak tidak memenuhi ketentuan yang sudah diisyaratkan.
Alasan lain, yang menjadi penolakan adalah dalam pemeriksaan PK, substansi kerugian negara sama sekali belum disinggung. Sehingga permohonan PK itu tidak masuk dalam materi dan substansi perkara.