REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sedang mengagas pertemuan untuk memfasilitasi dialog antara ulama dengan pihak kepolisian dan DPR untuk membahas fakta mengenai terorisme dan jihad, serta pola penanganannya. Hal itu untuk mencegah adanya perbedaan pemahaman tentang terorisme dan jihad.
Akibat perbedaan pemahaman itu, kerap kali ada penangkapan salah sasaran atau penangkapan yang tidak mengedepankan asas praduga tak bersalah dan berpotensi melanggar HAM. Demikian dikatakan Komisioner Komnas HAM, Ridha Saleh, saat menerima pimpinan Majelis Mujahidin Indonesia, Abu Jibril, dan anggota Tim Pembela Muslim, di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu (26/5).
''Akan kita upayakan agar ada dialog, sehingga ada pandangan dari ulama, DPR, termasuk kepolisian. Karena memang belakangan dalam penangkapan dan pemberantasan teroris tidak memperhatikan aspek-aspek HAM,'' kata Ridha.
Komnas HAM sudah menyampaikan keberatan kepada Kapolri terkait HAM itu. Abu Jibril mendukung adanya pertemuan antara ulama dengan Polri dan DPR. ''Komnas HAM perlu mengagendakan atau mensponsori ulama-ulama untuk duduk bersama MPR, DPR, Polri, supaya membuat suatu ketetapan siapa mujahid, siapa teroris, dan apa jihad,'' katanya.