JAKARTA--Fungsi pengawasan hubungan industri di daerah dinilai tak maksimal. Hal itu, dinilai oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar, akibat adanya otonomi daerah. UU No 32/2004 Tentang Otonomi Daerah yang dianggapnya mengganjal kinerja kepengawasan.
Dalam UU tersebut, pengawas ketenagakerjaan daerah dan pusat lebih bersifat koordinatif. Akibatnya, persoalan-persoalan di daerah tidak dapat dideteksi lebih awal karena laporan daerah sangat minim.
Pengawas ketenagakerjaan daerah berada dibawah hirarki kepala daerah setempat seperti gubernur dan bupati/walikota. Kasus bentrok buruh PT. Drydock World Graha Batam, dinilai Muhaimin sebagai contoh buruknya pengawasan oleh pemda setempat, demikian dalam siaran pers yang diterima Republika, Selasa (4/5)
Menutupi buruknya pengawasan oleh pemda, Kemenakertrans akan menyiapkan langkah khusus. "Kita akan atasi sementara ini dengan menambah jumlah pengawas ketenagakerjaan dan mengoptimalkan fungsi kerjanya," ujar Menakertrans Muhaimin.
Untuk meningkatkan peran pengawas ketenagakerjaan pemerintah juga telah menerbitkan PP No 21/2010 Tentang Pengawas Ketenagakerjaan. Ke depan PP tersebut akan mengatur secara teknis peran pengawas. "Optimalisasi pengawas bukan hanya bertindak untuk menengahi pelanggaran normatif tapi akan mempercepat proses peningkatan kasus-kasus ke pengadilan," tambah Cak Imin.
Penambahan jumlah pengawas ketenagakerjaan di tingkat pusat akan ditingkatkan. Dari sejumlah 35 pengawas akan ditingkatan menjadi minimal 200 pengawas. Penambahan tersebut, lanjut Muhaimin, akan dilaksanakan pada tahun ini dan seterusnya akan dilakukan secara bertahap. "Mereka akan direkrut dari jajaran Kementerian Nakertrans, diseleksi dan dilatih selama enam bulan sehingga memperoleh sertifikasi pengawas. Dan sementara ini akan ditugaskan untuk Jadebotabek," ujarnya.