JAKARTA--Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendesak KPK mengusut dugaan korupsi atas terbitnya Surat Perintah Penghentian Penydikan (SP3) PT Lapindo Brantas. Selain dugaan korupsi, Walhi menduga ada praktik makelar kasus atas terbitnya SP3 Lapindo.
''Walhi sudah mengadukan penerbitan SP3 Lapindo yang diduga ada praktik korupsi dan makelar kasus. Namun hingga kini, KPK belum melimpahkan laporan tersebut ke tahap selanjutnya,'' ujar perwakilan Walhi, Pius Ginting, usai diterima staf bagian pengaduan masyarakat KPK, Kamis (15/4).
Sebelumnya, dugaan adanya praktik makelar kasus dan korupsi atas terbitnya SP3 lahir karena ada sejumlah kejanggalan. Yakni, akibat bukti yang diajukan kurang dan lemah.
Penyidik Polda Jawa Timur menggunakan asumsi, berkas penyidikan yang dilengkapi dengan dua petunjuk dan delapan petunjuk dikembalikan empat kali pada penyidik dari penuntut umum dan delapan petunjuk materiil. Keduanya untuk membuktikan terpenuhinya unsur tindak pidana yang dipersangkakan kepada para tersangka. ''semuanya lemah,'' ungkap Pius.
Keluarnya SP3 juga dilandasi oleh putusan perkara perdata antara Walhi dan YLBHI melawan Lapindo dan Pemerintah RI. Pasalnya, menurut Pius, ada perbedaan konteks dan fungsi sistem hukum pidana dan perdata. Walhi menilai tidak tepat pernyataan Jampidum kala itu, Abdul Hakim Ritonga, yang menyatakan terbitnya SP3 karena kurang bukti.
Padahal, sudah ada surat terbuka Gerakan Menutup Lumpur Lapindo kepada Kejaksaan Agung, 16 Juni 2008. Surat tersebut menyatakan, ada sejumlah ahli independen yang dapat dihadirkan penegak hukum untuk mengungkap kasus ini. ''Namun, keberadaan ahli ini tidak pernah digubris oleh kepolisian," jelas Pius.