JAKARTA--Meskipun inisiatif kota layak anak (KLA) sudah diluncurkan sejak 2006 oleh Departemen Pemberdayaan Perempuan yang saat ini bernama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, namun banyak kabupaten kota di Indonesia yang belum memahaminya.
''Masih banyak daerah yang tidak memahami bagaimana menuju KLA. Sehingga mereka tidak memiliki inisiatif untuk mewujudkannya,'' kata Ketua Divisi Informasi Anak dan Penelitian Pengembangan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), Susan Siregar, kepada Republika, Kamis (15/4).
Susan menyebutkan, ada beberapa kendala yang menyebabkan daerah belum juga memahami dan tidak memiliki inisiatif menuju KLA. Di antaranya sulitnya melakukan koordinasi antara pihak terkait untuk mewujudkan KLA.''Dari penelitian YKAI ditemukan bahwa setiap kali ada undangan koordinasi yang datang selalu orang yang berbeda. KLA dianggap sebagai hal yang baru terus dan belum ada koordinasi,'' tutur Susan.
Selain itu, kata Susan, komitmen dari pemerintah daerah pun terganjal oleh proses perputaran kepemimpinan.''Sehingga proses belum selesai berjalan, pimpinan sudah dipindah ke bagian lain. Akibatnya, proses menjadi berhenti lagi dan harus mengulang dari awal,'' jelasnya.
Di samping itu, kata Susan, jarangnya rapat koordinasi yang membicarakan permasalahan anak juga menyumbang tidak terpantaunya kondisi anak. Diakui pula bahwa saat ini memang belum ada kabupaten kota yang pantas disebut KLA. ''Yang ada adalah kota-kota yang menuju KLA,'' katanya.
Sebanyak 15 kota yang menjadi sasaran KLA oleh Kementerian PP dan PA pun adalah target yang cukup optimistis jika melihat kondisi kota di Indonesia. Namun penanaman pemahaman tentang KLA, menurut Susan, memang tidak mudah. ''Memerlukan waktu yang tidak sebentar. Dan proses menuju KLA pun akan bertambah lama jika tidak ada komitmen dari pemerintah,'' tegasnya.