REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN – Kerugian materiil dari bencana banjir dan longsor di wilayah Sumatera belakangan ini mulai dihitung. Sebagian pihak mulai menyoroti betapa kerugian yang ditimbulkan bencana itu lebih besar dari yang didapatkan daerah dari eksploitasi sumber daya alam.
Di Sumatera Utara (Sumut), misalnya, pemprov memperkirakan kerugian akibat banjir, tanah longsor, dan banjir bandang yang melanda 18 kabupaten/kota di provinsi itu mencapai Rp 9,98 triliun. Adapun sektor yang mengalami kerugian antara lain, infrastruktur jalan nasional sebanyak 23 ruas, tiga jembatan nasional, 25 ruas jalan dan lima unit jembatan provinsi.
Wilayah yang terdampak yakni Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Sibolga, dan Humbang Hasundutan. Kemudian, Padangsidempuan, Pakpak Bharat, Mandailing Natal, Medan, Binjai, Langkat, Deli Serdang, Nias, Tebing Tinggi, Serdang Bedagai, Asahan, Batu Bara, dan Padang Lawas.
"Untuk pertanian sepanjang 4.359 meter saluran irigasi, 26 titik tanggul, 38.878 hektare persawahan, dan puso 5.750 hektare. Perkebunan seluas 28.328 hektare, dan peternakan 161.949 ekor," kata Gubernur Sumut Bobby Afif Nasution dilansir Antara, Senin.
Di sektor pendidikan, kata dia, terdapat 397 sekolah rusak terdiri atas SMA, SMK, SLB, SMP, dan SD. Sektor kesehatan tercatat 18 rumah sakit, 25 Puskesmas, 19 Puskesmas pembantu, dan 9 unit polindes. "Kalau perumahan tercatat 99.169 unit rumah yang terdampak, dan 131 rumah ibadah terkena dampak di wilayah Sumut," ungkap Bobby.
Angka kerugian yang mencapai nyaris Rp 10 triliun itu jauh lebih tinggi dari pendapatan daerah Sumatera Utara dari tambang dan perkebunan per tahun. Belum lagi jika menghitung biaya pemulihan pascabanjir di Sumut yang menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bakal mencapai Rp 12,88 triliun.
Menurut laman resmi Ditjen Pajak, Dana Bagi Hasil (DBH) yang disalurkan ke Sumut tahun ini sebesar Rp 1,26 triliun. Ini termasuk DBH dari pengelolaan SDA.
Perkebunan sawit juga menyumbang penerimaan sektor kepabeanan dan cukai di Provinsi Sumatera Utara yang tercatat sebesar Rp 2,13 triliun. Angka ini dipicu oleh kenaikan harga referensi CPO (minyak sawit mentah) dan produk turunannya pada Agustus 2025 yang mencapai 910,91 dolar AS per metrik ton serta peningkatan volume ekspor CPO dan produk turunannya pada bulan Agustus 2025.
Selain itu, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) di wilayah Sumatera Utara yang meliputi juga dari tambang dan perkebunan tercatat sebesar Rp 2,2 triliun. Artinya, kerugian akibat banjir dan longsor di Sumut tahun ini jauh jauh lebih banyak yang didapat pemerintah provinsi dari tambang dan perkebunan.