REPUBLIKA.CO.ID, BELEM -- Di tengah sorotan global pada Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-30 (COP30) di Belem, Brasil, delegasi Indonesia intens memperjuangkan kepentingan nasional melalui tujuh agenda perundingan utama. Langkah itu menandai pergeseran strategi diplomasi Indonesia, dari partisipasi menjadi kepemimpinan yang substantif.
Di bawah Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq, tim negosiator Indonesia masuk ke dalam jantung perundingan untuk memastikan suara negara berkembang didengar. Dari tujuh agenda tersebut, empat di antaranya menjadi pilar utama yang akan menentukan arah kebijakan iklim global dan dampaknya bagi Indonesia.
"Kami tidak datang untuk meramaikan, kami datang untuk berunding. Setiap pasal yang dinegosiasikan akan berdampak pada rakyat dan lingkungan kita," ucap Hanif dalam siaran pers di Jakarta, Rabu (12/11/2025).
Adaun empat agenda krusial Indonesia di meja perundingan, terdiri Global Stocktake (GST): Menagih Janji dan Tanggung Jawab, National Adaptation Plans (NAPs): Benteng Pertahanan dari Dampak Iklim, Just Transition (Transisi yang Berkeadilan): Ekonomi Hijau Tanpa PHK, serta Global Goal on Adaptation (GGA): Target Adaptasi Global yang Terukur.