REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA, – Asosiasi Produsen Perhiasan Indonesia (APPI) mengusulkan kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa agar skema pajak perhiasan dikenakan hanya di tingkat produsen. Usulan ini muncul karena skema saat ini mempersulit pengawasan, terutama terhadap produsen ilegal yang tidak memungut PPN saat menjual produk ke toko emas.
Di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis, Purbaya menjelaskan bahwa para pengusaha perhiasan mengeluhkan kendala kepatuhan di kalangan produsen. Banyak produsen yang beroperasi tanpa memenuhi administrasi pajak secara lengkap.
"Mereka minta kita menyesuaikan kebijakan yang berhubungan dengan produsen perhiasan yang dianggap ilegal," ujar Purbaya. Praktik ilegal ini termasuk penjualan tanpa dokumen pembelian atau surat keterangan beli, yang mengakibatkan aktivitas penjualannya ke toko-toko emas tidak terpantau dan tidak disertai penyetoran pajak.
Skema Pajak yang Diusulkan
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48 Tahun 2023, total beban pajak atas emas perhiasan mencapai sekitar 3 persen, terdiri atas 1,1 persen di tingkat produsen dan 1,6 persen PPN di tingkat konsumen akhir. Untuk menutup celah kebocoran dan mempercepat pengawasan, asosiasi mengusulkan agar seluruh beban pajak 3 persen dikenakan langsung di produsen.
Purbaya menambahkan, asosiasi memperkirakan sekitar 90 persen produsen saat ini beroperasi di luar mekanisme pajak yang patuh, sehingga potensi penerimaan negara dari sektor perhiasan tidak optimal. "Jadi minta treatment bagaimana caranya supaya bayar PPN-nya bukan di konsumen aja tapi langsung di perusahaan-perusahaan itu," kata dia.
Konten ini diolah dengan bantuan AI.