REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG, – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menegaskan keinginannya untuk mereformasi sistem pembangunan perumahan di wilayahnya agar lebih berpihak kepada masyarakat miskin. Program ini diluncurkan dalam acara di Sabuga Bandung, Kamis malam, dengan tajuk 'Imah Merenah, Hirup Tumaninah'.
Dedi menekankan bahwa setiap keuntungan pengembang harus dikembalikan untuk rakyat, minimal dengan membangun satu atau dua kampung layak huni bagi warga miskin. Ia menyoroti bagaimana pola pembangunan perumahan yang eksklusif cenderung menguntungkan segelintir pihak tanpa memperhatikan keadilan sosial.
Contoh nyata terjadi di Bekasi dan Karawang di mana kawasan elit terus berkembang sementara warga sekitar masih tinggal di lingkungan kumuh. "Saya turun langsung ke Karawang, bersihkan bangunan liar pakai alat berat. Lalu bupati siapkan anggaran, rumah warga kita bangun. Tidak boleh rakyat kecil hidup berdampingan dengan rumah mewah tanpa keadilan," tegas Dedi.
Dedi juga menyoroti lemahnya tata kelola sektor perumahan, termasuk praktik kontraktor dan mandor nakal. Ia menekankan pentingnya transparansi dan keadilan dalam rantai pembangunan perumahan. Selain itu, ia menekankan pembangunan harus mengedepankan prinsip ramah lingkungan dan sesuai karakteristik wilayah.
Ia mencontohkan pembangunan rumah bambu di daerah rawan bencana seperti Sukabumi, Garut Selatan, dan Bandung Utara sebagai solusi berkelanjutan. "Kita ingin bangun brand rumah rakyat, bukan hanya bangunan, tapi simbol keadilan sosial," ungkapnya.
Dedi optimistis bahwa jika Jawa Barat mampu menyerap 30 persen dari target nasional program perumahan bersubsidi sebesar 350 ribu unit, dampak ekonominya akan dirasakan langsung oleh masyarakat bawah. "Toko bangunan hidup, sopir angkut hidup, kuli bangunan hidup, tukang kayu ikut sejahtera. Ini ekosistem pembangunan yang sehat dan adil," ujarnya.
Konten ini diolah dengan bantuan AI.