Jumat 12 Sep 2025 15:17 WIB

Uni Eropa Pertimbangkan Percepat Penghentian Pembelian Bahan Bakar Fosil dari Rusia

UE siapkan paket sanksi ke-19 dengan fokus percepat penghentian energi Rusia.

Rep: Lintar Satria/ Red: Gita Amanda
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan Uni Eropa mempertimbangkan mempercepat penghentian penggunaan bahan bakar fosil dari Rusia sebagai bagian dari sanksi baru atas perang di Ukraina. (ilustrasi)
Foto: AP
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan Uni Eropa mempertimbangkan mempercepat penghentian penggunaan bahan bakar fosil dari Rusia sebagai bagian dari sanksi baru atas perang di Ukraina. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS — Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan Uni Eropa mempertimbangkan mempercepat penghentian penggunaan bahan bakar fosil dari Rusia sebagai bagian dari sanksi baru atas perang di Ukraina. Pernyataan ini disampaikan setelah Amerika Serikat (AS) menekan blok itu untuk segera berhenti membeli minyak dari Rusia.

Saat ini pejabat Uni Eropa tengah mengoordinasikan sanksi terbaru terhadap Rusia di Washington. Uni Eropa dan AS mempertimbangkan sanksi yang lebih berat demi mengurangi pendapatan Moskow. Namun, perpecahan internal dan perlunya dukungan global menimbulkan pertanyaan seberapa efektif langkah itu dapat mengisolasi Rusia.

Baca Juga

Gedung Putih mengatakan, pekan lalu Presiden AS Donald Trump mendesak para pemimpin Eropa segera berhenti membeli minyak dari Moskow untuk menghentikan perang Rusia di Ukraina. Ia juga mendorong Uni Eropa menjatuhkan tarif 100 persen terhadap India dan China untuk menambah tekanan kepada Rusia.

Uni Eropa kini menyiapkan paket sanksi ke-19 terhadap Rusia dengan fokus mempercepat penghentian penggunaan bahan bakar fosil asal Moskow. Dalam pidato kenegaraan di Parlemen Eropa, Rabu (10/9/2025), Ursula von der Leyen menyampaikan langkah itu mencakup pengetatan terhadap armada kapal tanker bayangan atau shadow fleet yang digunakan Rusia untuk menghindari sanksi, serta pengawasan terhadap negara ketiga yang membantu menyalurkan minyak Rusia.

Kremlin menegaskan sanksi apa pun tidak akan memaksa Rusia mengubah arah kebijakan dalam perang Ukraina. Namun, Uni Eropa bertekad menutup celah yang masih memungkinkan ekspor energi Rusia mengalir ke pasar global.

Uni Eropa sebelumnya sudah melarang impor minyak mentah Rusia melalui jalur laut—yang mencakup lebih dari 90 persen pasokan minyak Rusia ke blok itu—dan memberlakukan batasan harga dalam perdagangan minyak Moskow. Dalam beberapa tahun terakhir, lebih dari 400 kapal tanker sudah dikenai sanksi karena terlibat dalam shadow fleet.

Kapal-kapal tua tersebut kerap beroperasi di luar aturan internasional dengan mematikan sistem pelacakan, menggunakan bendera negara kecil, atau melakukan transfer minyak di tengah laut agar asal muatan sulit ditelusuri.

Selain itu, Uni Eropa kini merundingkan proposal hukum untuk sepenuhnya menghentikan impor minyak dan gas Rusia paling lambat 1 Januari 2028. Tahap awal dimulai tahun depan dengan melarang kontrak baru dan pembelian jangka pendek.

Rencana tersebut menghadapi resistensi dari beberapa negara anggota. Hungaria dan Slovakia menolak penghentian impor gas Rusia dengan alasan kebijakan itu akan memicu lonjakan harga energi.

Hungaria dan Slovakia mengimpor sekitar 200 ribu hingga 250 ribu barel per hari minyak Rusia atau setara 3 persen permintaan minyak Uni Eropa.

Perdebatan ini semakin rumit karena mekanisme pengambilan keputusan di Uni Eropa: sanksi hanya bisa berlaku jika seluruh negara anggota setuju secara bulat, sementara aturan hukum lain dapat disahkan dengan dukungan mayoritas yang diperkuat.

Sejumlah analis menilai efektivitas sanksi baru tetap dipertanyakan. Rusia masih memiliki jalur alternatif untuk menjual energinya, terutama melalui shadow fleet dan negara-negara besar seperti China serta India yang tetap menjadi pembeli utama minyak Moskow.

Pengamat dari ICIS, Ajay Parmar, mengatakan Uni Eropa memang perlu melibatkan China dan India agar sanksi terhadap Rusia efektif. Namun, menurutnya, Uni Eropa tidak akan mengambil langkah tersebut.

“Kami berpendapat Uni Eropa kemungkinan besar tidak akan secara realistis bersedia menerapkan sanksi terhadap India, China, maupun Uni Emirat Arab yang memfasilitasi aliran minyak Rusia sejak perang dimulai,” katanya dilansir laman Reuters.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement