REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kekalahan tipis 0-1 dari Korea Selatan U-23 pada laga terakhir Grup J Kualifikasi Piala Asia U-23 memang memupus harapan timnas Indonesia U-23 menuju putaran final turnamen tahun depan. Namun, bagi pengamat sepak bola Tommy Welly, hasil tersebut bukanlah cerminan dari performa yang mengecewakan.
"Tim ini bermain dengan semangat tinggi, melakukan perubahan formasi demi mencetak gol, dan bahkan menguasai jalannya pertandingan. Kekalahan ini tidak bisa dijadikan satu-satunya parameter untuk menilai kualitas mereka," ujar Towel, sapaan akrabnya di Jakarta, Rabu (10/9/2025).
Ia menolak membandingkan pencapaian timnas u-23 tahun ini dengan prestasi gemilang di Piala Asia U-23 2024, ketika Indonesia berhasil menembus babak semifinal. Termasuk mengalahkan Korsel, lewat adu penalti di perempat final. Menurutnya, perbedaan pelatih, komposisi pemain, dan durasi persiapan menjadi faktor signifikan yang memengaruhi hasil.
"Coach Gerald Vanenburg baru memegang kendali pada Januari 2025. Waktu yang tersedia sangat terbatas, berbeda dengan Shin Tae-yong yang membangun tim selama empat tahun dengan dukungan pemain diaspora seperti Ivar Jenner, Justin Hubner, dan Rafael Struick," jelasnya.
Meski hanya diperkuat satu pemain diaspora, Jens Raven, dan mayoritas pemain yang minim jam terbang di Liga 1, Towel menilai Garuda Muda tetap tampil kompetitif. "Level permainan kita tidak jauh tertinggal dari Korea Selatan. Ini sinyal positif bahwa kita sudah berada di jalur yang tepat," katanya.
Ia juga menyoroti mentalitas para pemain yang tak lagi inferior saat menghadapi tim-tim besar Asia. "Hokky Caraka dan Cahya Supriadi menunjukkan bahwa mereka bisa bersaing. Yang perlu ditingkatkan adalah penyelesaian akhir. Hal ini harus dilakukan pemain untuk terus gali potensi diri dan memperbaiki diri sendiri," kata dia.