Rabu 27 Aug 2025 20:00 WIB

Berusia Lansia, Hakim tak Cabut Hak Politik Mbak Ita pada Kasus Korupsi Pemkot Semarang

Hakim menjatuhkan vonis lima tahun penjara terhadap Mba Ita.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa tahun 2023-2024 Hevearita Gunaryanti Rahayu (kedua kiri) bersama suaminya Alwin Basri (kedua kanan) berjalan keluar usai menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (27/8/2025). Majelis Hakim memvonis mantan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu dengan hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp300 juta serta membayar uang pengganti Rp683,2 juta, sementara untuk suaminya Alwin Basri yang juga mantan Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jawa Tengah periode 2019-2024 divonis hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp300 juta serta membayar uang pengganti Rp4 miliar.
Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa tahun 2023-2024 Hevearita Gunaryanti Rahayu (kedua kiri) bersama suaminya Alwin Basri (kedua kanan) berjalan keluar usai menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (27/8/2025). Majelis Hakim memvonis mantan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu dengan hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp300 juta serta membayar uang pengganti Rp683,2 juta, sementara untuk suaminya Alwin Basri yang juga mantan Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jawa Tengah periode 2019-2024 divonis hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp300 juta serta membayar uang pengganti Rp4 miliar.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang memutuskan tidak mencabut hak politik eks wali kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita, dan suaminya, Alwin Basri, dalam kasus korupsi di lingkup Pemkot Semarang, Rabu (27/8/2025). Alasannya adalah karena mereka sudah memasuki masa lanjut usia (lansia).

Saat membacakan vonis terhadap Mbak Ita dan Alwin Basri, Hakim Ketua Gatot Sarwadi, mengungkapkan, berdasarkan Pasal 18 ayat (1) huruf d Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, selain uang pengganti, pidana tambahan terhadap pelaku korupsi dapat juga berupa pencabutan seluruh atau sebagian hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu yang telah atau dapat diberikan pemerintah kepada terpidana.

Baca Juga

Hakim Gatot menambahkan, menimbang bahwa dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, selaras dengan ketentuan Pasal 10 huruf d angka 1 juncto Pasal 35 angka 3 KUHP menentukan bahwa hak terpidana dengan putusan hakim dapat dicabut ialah hak memilih dan dipilih.

Hakim Gatot memaparkan, Pasal 38 ayat (1) KUHP mengatur tentang lama pencabutan hak politik sebagai pidana tambahan. Paling lama yakni selama lima tahun sejak terpidana menuntaskan pidana pokok yang dimuat dalam amar putusan.

Hakim Gatot kemudian menjelaskan bahwa tujuan hukum terdiri dari tiga nilai dasar, yaitu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Dia menambahkan, nilai keadilan diprioritaskan dibandingkan kemanfaatan dan kepastian hukum.

"Menimbang bahwa berdasarkan nilai dasar keadilan, maka majelis hakim berpendapat: bahwa terdakwa 1, Hevearita Gunaryanti Rahayu, telah berusia 59 tahun, dan terdakwa 2 (Alwin Basri) telah berusia 61 tahun, yang keduanya menurut Kementerian Kesehatan dan Organisasi Kesehatan Dunia memasuki usia lansia, dan para terdakwa adalah orang yang berpendidikan sehingga majelis hakim berkeyakinan para terdakwa tidak akan mengulangi perbuatan yang tercela dan kejadian ini dapat dijadikan pembelajaran bagi para terdakwa," ucap Hakim Gatot Sarwadi.

"Sehingga majelis hakim dengan mendasarkan rasa keadilan dan kepatutan, para terdakwa tidak perlu dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan seluruh atau sebagian hak tertentu atau sebagian keuntungan tertentu yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana. Telah cukup dengan penghukuman para terdakwa dengan pidana pokok berupa pidana penjara, pidana denda subsider kurungan, dan pidana tambahan," tambah Hakim Gatot.

Vonis

Eks wali kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita, divonis penjara selama lima tahun oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang karena terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dalam kasus korupsi di lingkup Pemkot Semarang, Rabu (27/8/2025). Pada kasus serupa, suami Mbak Ita, Alwin Basri, yang merupakan mantan anggota DPRD Jawa Tengah, dijatuhi hukuman lebih lama, yakni tujuh tahun penjara.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement