REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich menyatakan pada Kamis bahwa ia akan melanjutkan proyek pemukiman E1 di Tepi Barat yang bakal “mengubur gagasan negara Palestina”. Berbagai negara mengecam langkah tersebut.
Smotrich mengatakan bahwa ia berencana untuk menyetujui tender untuk membangun lebih dari 3.000 unit rumah bagi pemukim Israel, di daerah yang bertujuan untuk menghubungkan pemukiman Yahudi yang ada di Maale Adumim di Tepi Barat yang diduduki dengan Yerusalem Timur yang diduduki.
Pengumuman tersebut tampaknya merupakan tanggapan langsung terhadap niat Perancis, Inggris, Kanada dan Australia untuk mengakui negara Palestina pada pertemuan puncak PBB bulan depan.
“Persetujuan rencana pembangunan di E1 mengubur gagasan negara Palestina dan melanjutkan banyak langkah yang kami ambil di lapangan sebagai bagian dari rencana kedaulatan de facto yang mulai kami terapkan dengan pembentukan pemerintahan,” kata Menteri Keuangan dilansir The Times of Israel.
"Setelah puluhan tahun mendapat tekanan dan pembekuan internasional, kami melanggar konvensi dan menghubungkan Maale Adumim dengan Yerusalem. Ini adalah bentuk terbaik Zionisme - membangun, menetap, dan memperkuat kedaulatan kami di Tanah Israel."

Middle East Eye melansir, meskipun rencana pembangunan E1 dimulai pada akhir 1990-an, pelaksanaannya berulang kali tertunda karena adanya penolakan internasional. Baik Amerika Serikat maupun Uni Eropa telah memperingatkan pemerintahan Israel agar tidak melanjutkan proyek tersebut, dengan alasan dampak buruknya terhadap prospek solusi dua negara.
“Sejak tahun 1999 hingga sekarang, setiap kali Israel mencoba mengaktifkan proyek ini, semua pemerintahan Amerika akan memblokir dan menghentikannya,” Jamal Juma, koordinator kampanye Stop the Wall, mengatakan kepada Middle East Eye.
“Mereka tahu ini adalah salah satu proyek pemukiman paling berbahaya yang akan memisahkan wilayah selatan Tepi Barat dari wilayah tengah dan wilayah utara.”
Proyek E1 berupaya untuk memotong komunitas Palestina antara Yerusalem dan Lembah Yordan, yang mencakup kawasan bersejarah yang dikenal sebagai al-Bariyah, atau "Hutan Belantara Yerusalem", yang mana Palestina dimasukkan ke dalam daftar sementara situs warisan Unesco.
“Ini juga berarti bahwa jalur sejarah utama yang telah ada selama lebih dari 3.000 tahun – jalan yang dilalui Yesus dari Yerikho ke Yerusalem – akan ditutup total bagi warga Palestina,” kata Juma.

Isolasi Yerusalem Timur dari sebagian Tepi Barat akan memaksa warga Palestina mengambil jalan memutar yang panjang untuk melakukan perjalanan antara beberapa kota besar dan kecil.
Rencana tersebut disamakan dengan memecah-mecah wilayah Palestina yang diduduki menjadi "Bantustan", merujuk pada ghetto khusus kulit hitam yang didirikan di apartheid Afrika Selatan. "Hebron dan Betlehem akan menjadi Gaza yang lain - sebuah wilayah yang terisolasi dari Tepi Barat. Ramallah juga akan sama," kata Juma.
Israel, tambah Juma, "mulai menetapkan kerangka kerja untuk hal ini ketika mereka mulai membangun tembok. Israel telah membentuk sistem apartheid, dengan mengisolasi warga Palestina satu sama lain, dari tanah mereka."