Kamis 14 Aug 2025 09:38 WIB

Bisakah Bupati Pati Dilengserkan? Begini Prosesnya

DPRD Pati sepakat membentuk pansus hak angket dan pemakzulan Bupati Sudewo.

Rep: Fitriyan Zamzami/Kamran Dikarma/ Red: Fitriyan Zamzami
Massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pati Bersatu berunjuk rasa di depan Kantor Bupati Pati, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Rabu (13/8/2025).
Foto: ANTARA FOTO/Aji Styawan
Massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pati Bersatu berunjuk rasa di depan Kantor Bupati Pati, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Rabu (13/8/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, PATI – Sengkarut kenaikan pajak di Kabupaten Pati berujung upaya pemberhentian Bupati Sudewo melalui pembentukan panitia khusus hak angket dan pemakzulan oleh DPRD setempat. Bisakah langkah itu mendepak Sudewo dari jabatannya? Bagaimana prosesnya menurut undang-undang?

Pemberhentian kepala daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Rincian regulasinya tertuang pada Paragraf 5 tentang Pemberhentian Kepala Daerah. Dalam PAsal 78 ayat (1), diatur bahwa kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dapat berhenti karena tiga hal. Diantaranya meninggal dunia, permintaan sendiri, atau diberhentikan. Artinya, boleh ada upaya pemberhentian oleh pihak eksternal, misalnya DPRD.

Baca Juga

Pemberhentian tersebut, seperti diatur dalam Pasal 78 ayat (2), dapat dilakukan dengan alasan berakhirnya masa jabatan; berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 bulan; melanggar sumpah/janji jabatan; tidak melaksanakan kewajiban; melanggar larangan; melakukan perbuatan tercela; diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh presiden yang dilarang dirangkap; menggunakan dokumen/keterangan palsu sebagai persyaratan Pilkada atau mendapatkan sanksi pemberhentian. 

Siapa saja yang dapat memberhentikan kepala daerah? Diatur dalam Pasal 79 ayat (1), untuk dapat ditetapkan pemberhentian dapat diumumkan oleh pimpinan DPRD dalam rapat paripurna dan diusulkan oleh pimpinan DPRD kepada presiden melalui menteri untuk gubernur dan/atau wakil gubernur. Untuk bupati atau wali kota serta wakilnya, pemberhentian diajukan kepada menteri melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. 

Jika tak ada usulan dari DPRD, ayat kedua pasal itu mengatur bahwa presiden dapat memberhentikan gubernur dan/atau wakil gubernur atas usul menteri. Sedangkan menteri dapat memberhentikan bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota atas usul gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. 

photo
Massa melempari kawasan Kantor Bupati Pati dengan air mineral saat berunjuk rasa di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Rabu (13/8/2025). Unjuk rasa yang berakhir ricuh itu karena massa kecewa dan menilai tuntutan mereka agar Bupati Pati Sudewo mundur dari jabatannya tidak segera dipenuhi. - (ANTARA FOTO/Aji Styawan)

Bahkan jika gubernur tak mengusulkan pemberhentian, Pasal 70 ayat (3) mengatur bahwa menteri dapat langsung memberhentikan bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.

Selain itu, dalam Pasal 80 UU Pemerintahan Daerah diatur bahwa pemberhentian kepala daerah harus melalui sejumlah proses. Pertama, “pendapat DPRD bahwa kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan, tidak melaksanakan kewajiban, melanggar larangan atau melakukan perbuatan tercela diputuskan melalui Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh paling sedikit tiga perempat dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan paling sedikit dua pertiga dari jumlah anggota DPRD yang hadir.”

Apabila proses itu telah dilalui, tahapan selanjutnya adalah mengajukan kepada Mahkamah Agung untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPRD tersebut paling lambat 30 hari setelah permintaan DPRD diterima dan putusannya bersifat final. Pada proses ini alasan pemberhentian akan diuji pengadilan. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement