REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selat Hormuz menjadi perhatian dunia internasional pada Ahad (22/6/2025). Ini menyusul berita bahwa parlemen Iran setuju agar negara tersebut menutup selat mahapenting itu. Ini akibat serangan Israel dan kemudian Amerika Serikat ke fasilitas nuklir. Apa yang terjadi bilamana pemerintah Iran dan parlemen sepakat menyegel selat yang biasa jadi lalu lintas kapal pengangkut migas dan komoditas itu?
Redaksi bertanya kepada lima penyedia akal imitasi (AI) alias kecerdasan buatan ini, "Apa yang terjadi bila Iran setuju menutup Selat Hormuz, gara-gara serangan Amerika Serikat dan Israel ke Iran?". Berikut jawaban mereka:
GROK
Jika Iran menutup Selat Hormuz sebagai respons terhadap serangan Amerika Serikat dan Israel, dampaknya akan sangat signifikan baik secara regional maupun global, mengingat Selat Hormuz adalah jalur strategis utama untuk ekspor minyak dunia. Berikut analisis konsekuensi berdasarkan informasi terkini dan konteks geopolitik:
1. Dampak Ekonomi Global
- Kenaikan Harga Minyak : Selat Hormuz menangani sekitar 20 persen dari perdagangan minyak dunia, termasuk sekitar 18–21 juta barel per hari (crude oil, kondensat, dan bahan bakar). Penutupan selat dapat menyebabkan harga minyak melonjak drastis, dengan perkiraan mencapai 100–150 dolar AS per barel atau lebih, memicu inflasi global dan gangguan ekonomi.
- Gangguan Pasokan Energi : Negara-negara seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, Irak, dan Qatar bergantung pada selat ini untuk ekspor minyak dan LNG (gas alam cair). Penutupan akan memotong pasokan ke Asia (80 persen dari LNG) dan Eropa (20 persen), memperketat pasar energi dan meningkatkan biaya energi.
- Dampak pada Iran Sendiri : Iran juga bergantung pada Selat Hormuz untuk ekspor minyaknya (sekitar 2,1 juta barel per hari, sebagian besar ke China). Penutupan selat akan merusak ekonomi Iran sendiri, sehingga opsi ini dianggap sebagai "pilihan terakhir" oleh beberapa analis.
2. Dampak Geopolitik dan Militer
- Respons Militer AS dan Sekutu : AS, dengan kehadiran Angkatan Laut Kelima di Bahrain, kemungkinan akan merespons dengan operasi militer untuk membuka kembali selat, termasuk pembersihan ranjau dan pengawalan kapal. Ini dapat meningkatkan risiko konfrontasi langsung dengan Iran, yang memiliki kapal cepat IRGC, ranjau laut, rudal anti-kapal, dan drone untuk mengganggu lalu lintas maritim.
- Eskalasi Regional : Penutupan selat dapat memicu keterlibatan negara-negara Teluk seperti UEA dan Arab Saudi, yang bergantung pada selat untuk ekspor. Iran juga dapat mendorong proksi seperti Houthi di Yaman untuk mengganggu jalur pelayaran lain, seperti Laut Merah, memperburuk ketegangan regional.
- Reaksi Internasional : Negara-negara konsumen minyak besar seperti China, Jepang, dan Eropa akan terkena dampak signifikan. China, sebagai importir utama minyak Iran, mungkin menekan Tehran untuk menghindari penutupan. Sementara itu, negara-negara yang menentang sanksi minyak terhadap Iran mungkin menjadi terasing jika Iran mengganggu perdagangan global.
3. Dampak pada Pelayaran dan Perdagangan
- Penghentian Lalu Lintas Komersial : Iran dapat menggunakan ranjau laut, rudal anti-kapal, atau drone untuk membuat selat terlalu berbahaya bagi kapal tanker, menyebabkan perusahaan pelayaran menghindari rute ini. Hal ini sudah terjadi di Laut Merah akibat serangan Houthi, yang memaksa kapal mengambil rute lebih panjang dan mahal (sekitar $200 miliar biaya tambahan).
- Kenaikan Biaya Pelayaran : Bahkan tanpa penutupan penuh, ancaman gangguan dapat meningkatkan premi asuransi pelayaran dan biaya pengiriman, memengaruhi harga barang global, termasuk komoditas seperti minyak sawit dari Asia Tenggara.
- Alternatif Terbatas : Tidak ada rute laut alternatif untuk ekspor minyak dari Teluk Persia. Kapasitas pipa darat (seperti di Arab Saudi atau UEA) terbatas dan tidak cukup untuk menggantikan volume selat, sehingga gangguan akan sulit dihindari.
4. Skenario dan Kemungkinan
- Kemampuan Iran : Iran memiliki aset untuk mengganggu selat, termasuk ranjau laut yang dapat disebar cepat oleh kapal cepat IRGC, kapal selam mini, dan rudal anti-kapal berbasis darat. Namun, penutupan penuh untuk waktu lama dianggap sulit karena kehadiran militer AS dan sekutu.
- Probabilitas Rendah : Analis menilai penutupan selat sebagai skenario "ekstrem" dan "kemungkinan rendah" karena akan memicu respons militer internasional dan merugikan Iran sendiri. Iran lebih mungkin melakukan gangguan terbatas, seperti penyitaan kapal atau serangan kecil, untuk menekan tanpa eskalasi penuh.
- Faktor Pemicu : Penutupan mungkin terjadi jika infrastruktur minyak Iran diserang secara signifikan, membuat Tehran merasa tidak ada lagi yang bisa hilang. Saat ini, serangan Israel dilaporkan fokus pada fasilitas nuklir dan rudal, bukan minyak, sehingga mengurangi urgensi penutupan.
5. Dampak Khusus untuk Indonesia
- Kenaikan Harga BBM : Indonesia, sebagai importir bahan bakar, akan menghadapi kenaikan harga BBM, yang dapat memicu inflasi domestik dan meningkatkan biaya transportasi serta barang konsumsi.
- Ekspor Komoditas : Ekspor minyak sawit Indonesia ke Timur Tengah (melalui Selat Hormuz) dapat terganggu, dengan biaya pengiriman naik hingga 3.000–6.000 dolar AS per kontainer, memengaruhi daya saing.
- Stabilitas Ekonomi : Inflasi global akibat kenaikan harga minyak dapat melemahkan daya beli dan memperlambat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
6. Solusi dan Mitigasi
- Diplomasi Internasional : Negara-negara seperti UEA dan Qatar menyerukan de-eskalasi untuk mencegah penutupan selat. Indonesia dapat mendukung inisiatif diplomatik melalui ASEAN atau PBB untuk menekan semua pihak menghindari eskalasi.
- Diversifikasi Energi : Indonesia dapat mempercepat transisi ke energi terbarukan dan meningkatkan efisiensi energi untuk mengurangi ketergantungan pada impor minyak.
- Cadangan Strategis : Pemerintah dapat memastikan cadangan minyak nasional cukup untuk mengatasi gangguan pasokan jangka pendek.
Kesimpulan
Penutupan Selat Hormuz oleh Iran sebagai respons terhadap serangan AS dan Israel akan menyebabkan lonjakan harga minyak, gangguan pasokan energi, dan inflasi global, dengan dampak signifikan pada Indonesia melalui kenaikan harga BBM dan biaya ekspor. Namun, skenario ini dianggap kemungkinan rendah karena risikonya bagi Iran sendiri dan potensi respons militer internasional. Iran lebih mungkin melakukan gangguan terbatas untuk menekan musuh tanpa memicu konflik penuh. Pemantauan ketat terhadap eskalasi, terutama jika infrastruktur minyak Iran diserang, sangat diperlukan.