Jumat 20 Jun 2025 09:19 WIB

UNISA Bandung Bekali Siswa di Thailand Jadi Pendamping Sebaya untuk Kesehatan Mental

Antusiasme peserta terlihat dari keterlibatan mereka dalam diskusi.

UNISA Bandung melakukan pengabdian kepada masyarakat di ranah internasional, berlangsung di Eakkapap Sasanawich Islamic School, Krabi, Thailand.
Foto: UNISA Bandung
UNISA Bandung melakukan pengabdian kepada masyarakat di ranah internasional, berlangsung di Eakkapap Sasanawich Islamic School, Krabi, Thailand.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Bandung memperluas kiprahnya di ranah internasional melalui kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PKM) yang dilaksanakan di Eakkapap Sasanawich Islamic School, Krabi, Thailand, pada 20-23 Mei 2025.

Mengangkat tema “Mental Health Awareness for Students: Building Peer Support and Empathy”, para siswa diperkenalkan pada pentingnya kesehatan mental dan peran teman sebaya sebagai pendamping yang suportif.

Kegiatan ini bagian dari program pengabdian internasional yang dirancang tim dosen UNISA Bandung yaitu Dr Ami Kamila, S.ST.,M.Kes., Anita Yuliani, S.ST.,M.KM.,Bdn., dan Rahmania Almira Fitri, S.Ds.,M.Ds.

Dr Ami hadir langsung ke lokasi menyampaikan materi edukasi. “Siswa punya peran penting di lingkungannya. Kami ingin mereka jadi teman yang bisa mendengar dan mendampingi, tak sekadar tahu teori,” ujar Dr Ami yang dikutip Jumat (20/6/2025).

Belajar mendampingi teman, bukan menghakimi

Meski singkat, sesi edukasi berlangsung dalam suasana interaktif dan hangat. Para peserta dikenalkan pada berbagai tanda awal gangguan mental seperti stres, kecemasan, dan perasaan tertekan. Mereka berdiskusi bagaimana menjadi pendengar aktif tanpa menghakimi.

Visualisasi melalui gambar dan media presentasi menjadi alat bantu utama dalam menjelaskan konsep-konsep abstrak kepada peserta yang sebagian besar tidak bisa berbahasa Indonesia maupun Inggris.

“Karena keterbatasan bahasa, kami banyak mengandalkan ilustrasi dan ekspresi. Tapi justru karena hal itu muncul kedekatan dan interaksi yang hangat,” ujar Dr Ami.

Untungnya, pemberian edukasi ini mendapat dukungan penuh pihak sekolah, termasuk seorang guru lokal yang secara sukarela menjadi penerjemah. Ini sangat membantu kelancaran kegiatan dan menjadi jembatan komunikasi antara fasilitator dan peserta, memastikan pesan tersampaikan dengan baik.

Antusiasme peserta terlihat dari keterlibatan mereka dalam diskusi dan respons terhadap materi. Beberapa siswa bahkan secara bergantian menjawab pertanyaan dan memberikan pendapat selama sesi edukasi berlangsung.

“Topik mental health sering dianggap tabu, apalagi di lingkungan sekolah. Tapi para siswa membuktikan mereka terbuka dan siap belajar,” tambahnya.

UNISA dorong siswa menjadi agen yang empati

Kegiatan ini juga menjadi bagian dari misi UNISA Bandung dalam memperkuat kontribusi akademisi Indonesia dalam pengabdian lintas negara yang berbasis nilai kemanusiaan secara holistik dan berkelanjutan.

“Kami percaya membangun kapasitas remaja lintas negara dalam hal kesehatan mental adalah investasi jangka panjang untuk dunia yang lebih sehat dan inklusif,” ujar Dr Ami.

Kegiatan ini menjadi pengingat kepedulian terhadap kesehatan mental dapat dimulai dari hal-hal kecil, seperti menjadi pendengar yang baik. UNISA Bandung berharap, langkah kecil ini menjadi awal dari gerakan yang lebih luas dalam membangun generasi remaja yang peduli, empati, dan siap menjadi agen kebaikan di komunitasnya.

“Dari ruang kelas sederhana di Krabi, meski melalui sesi edukasi yang singkat, kami melihat mata-mata yang terbuka dan keinginan untuk saling peduli. Itu cukup membuktikan edukasi, sekecil apa pun, bisa menggerakkan hati,” tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement