Jumat 30 May 2025 14:36 WIB

Bagi Hamas, Proposal Gencatan Senjata AS Bermakna 'Pembunuhan di Gaza oleh Israel akan Berlanjut'

Proposal terbaru AS dinilai Hamas tak berisi klausul penghentian perang permanen.

Sekolah Fahmi al-Jarjawi di al-Daraj di Kota Gaza yang terbakar setelah dibom militer Israel, Senin (26/5/2025).
Foto: X
Sekolah Fahmi al-Jarjawi di al-Daraj di Kota Gaza yang terbakar setelah dibom militer Israel, Senin (26/5/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Sebuah proposal gencatan senjata terbaru di Gaza saat ini tengah dalam proses finalisasi diputuskan. Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt, dikutip Al Jazeera, Kamis (29/5/2025), mengatakan, Israel telah meneken proposal itu, dan utusan AS, Steve Witkoff telah menyodorkannya kepada Hamas.

Namun seorang pejabat Hamas, mengatakan, Hamas kemungkinan akan menolak proposal itu, lantaran kerangka kerja dari proposal itu hanya akan berujung pada "berlanjutnya pembunuhan dan kelaparan" di Gaza.

Baca Juga

Anggota Polit Biro Hamas Basem Naim kepada Reuters mengatakan, bahwa proposal AS "tidak sesuai dengan tuntutan rakyat kami, yang mayoritas dari mereka, menuntut diakhirinya perang".

"Namun demikian, kepemimpinan (Hamas) sedang mempelajari respons yang akan diberikan terhadap proposal itu dengan tanggung jawab penuh," kata Naim, menambahkan.

Hamas dikabarkan akan memberikan keputusan pada Jumat ini atau Sabtu (31/5/2025). Namun, seorang pejabat senior Hamas kepada BBC mengatakan, bahwa Hamas akan menolak proposal gencatan senjata dan pelepasan sandera yang diajukan AS.

Detail dari proposal terbaru dari AS belum terungkap ke publik, namun, pejabat Hamas, Sami Abu Zuhri mengatakan, secara krusial, proposal itu tidak memasukkan komitmen Israel untuk mengakhiri perang, menarik pasukannya, dan mengizinkan bantuan kemanusiaan masuk secara bebas ke Jalur Gaza.

Mengutip sebuah salinan draf, Reuters melaporkan, bahwa proposal itu menyebut masa gencatan senjata selama 60 hari. Pada masa itu, sebanyak 28 sandera Israel yang hidup dan mati akan dilepas pada pekan pertama dengan imbalan dibebaskannya 1.236 warga Palestina dari tahanan dan diserahkannya 180 jasad oleh Israel.

Proposal itu disebut mendapatkan garansi dari Presiden Donald Trump dan mediator dari Mesir dan Qatar. Bantuan kemanusiaan juga dijanjikan segera masuk Gaza segera setelah Hamas meneken kesepakatan.

Israel tidak secara resmi menyetujui proposal AS itu. Laporan beberapa media Israel pekan ini menyatakan, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu berkata kepada keluarga sandera bahwa ia akan setuju dengan proposal gencatan senjata sementara di Gaza. 

Analis politik Israel, Akiva Eldar, kepada Al Jazeera, menilai tidak lazim, bagi Israel langsung menyetujui proposal AS, dan bahwa Netanyahu kemungkinan memahami situasi Hamas tidak akan menyetujui proposal AS itu sehingga dia nantinya bisa mencitrakan Hamas sebagai 'anak nakal' dan perang pun dilanjutkan.

"Itu sudah terjadi sebelumnya... dan Netanyahu akan menyalahkan mereka (Hamas)," kata Eidar.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement