Selasa 29 Apr 2025 13:55 WIB

Mahasiswa Gugat UU Kementerian Negara ke MK, Larang Menteri Rangkap Jabatan

Empat mahasiswa menggugat menteri yang merangkap jabatan sebagai pengurus parpol.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.
Foto: Republika.co.id
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Empat mahasiswa Universitas Indonesia, yang mengajukan permohonan uji materi Pasal 23 huruf c Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Mereka meminta Mahkamah Konstitusi (MK) melarang menteri merangkap jabatan sebagai pengurus partai politik (parpol).

"Para menteri yang melakukan praktik korupsi sebagian besar merupakan menteri yang rangkap jabatan sebagai pengurus parpol sehingga hal tersebut melanggar ketentuan Pasal 27 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945," ucap kuasa hukum para pemohon Abu Rizal Biladina sebagaimana dikutip dari laman MK, Jakarta Pusat, Selasa (29/4/2025).

Baca Juga

Empat mahasiswa tersebut, yakni Stanley Vira Winata, Kaka Effelyn Melati Sukma, Keanu Leandro Pandya Rasyah yang merupakan mahasiswa aktif Fakultas Hukum UI. Satu lagi, Vito Jordan Ompusunggu selaku mahasiswa aktif Departemen Ilmu Administrasi Fiskal UI.

Para pemohon merasa dilanggar hak konstitusionalnya karena adanya menteri yang merangkap jabatan sebagai pengurus parpol. Praktik itu dinilai mengakibatkan pengangkatan menteri menjadi tidak profesional dan berujung terjadinya degradasi pelayanan publik yang prima.

Menurut para pemohon, praktik rangkap jabatan menteri sebagai pengurus parpol tidak hanya menyebabkan terdegradasinya fungsi check and balances (periksa dan timbang) antara lembaga eksekutif dan legislatif, tetapi juga menyebabkan maraknya praktik pragmatisme parpol. Dalam permohonannya, mereka memerinci, praktik menteri rangkap jabatan sebagai parpol telah terjadi di berbagai kabinet pemerintahan.

Menurut para pemohon, praktik itu terjadi karena adanya kompromi politik antara presiden terpilih dan partai-partai pengusulnya. Para mahasiswa memandang, kompromi politik dimaksud menunjukkan adanya sebuah tendensi presiden dalam memperkuat koalisi pendukung dan menghilangkan peran oposisi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement