REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO – Seorang pejabat senior Hamas mengatakan kelompoknya telah menerima proposal gencatan senjata baru dari Mesir. Dalam proposal itu, pihak Mesir menekankan bahwa tidak ada kesepakatan yang dapat dicapai dengan Israel kecuali kelompok Palestina tersebut meletakkan senjatanya.
“Delegasi perundingan kami terkejut karena proposal yang disampaikan Mesir memuat teks eksplisit mengenai perlucutan senjata perlawanan,” kata pejabat itu kepada Aljazirah semalam. “Mesir memberi tahu kami bahwa tidak akan ada kesepakatan untuk menghentikan perang tanpa merundingkan pelucutan senjata perlawanan.”
Menurut pejabat itu, Hamas tetap pada pendiriannya bahwa perjanjian apa pun harus dipusatkan pada diakhirinya perang Israel di Gaza dan penarikan diri Israel dari wilayah kantong Palestina. Pejabat itu menambahkan bahwa senjata Hamas “tidak menjadi bahan diskusi”. Tawaran Mesir ini menggaungkan keinginan Israel yang berulang kali menegaskan bahwa Hamas harus dikalahkan – termasuk dilucuti – agar perang dapat berakhir.
Pejabat Hamas Sami Abu Zuhri, telah mengkonfirmasi informasi dari seorang pejabat senior Hamas mengenai penolakan kelompok Palestina terhadap segala upaya untuk memaksa mereka meninggalkan senjatanya. “Permintaan untuk melucuti senjata Hamas bahkan tidak dapat diterima,” kata Abu Zuhri. “Ini bukan sekedar garis merah, tapi sejuta garis merah.
"Setiap orang harus memahami bahwa ini adalah mimpi. Lamunan. Ini tidak dapat dicapai. Impian Netanyahu dan para pendukungnya tidak dapat dicapai karena Hamas adalah gerakan yang membela rakyatnya sendiri dan karena Palestina ingin membebaskan tanah mereka. “Selama masih ada pendudukan, perlawanan akan terus berlanjut dan senjata akan tetap berada di tangan perlawanan untuk membela rakyat dan hak-hak kami.”
Al Qahera News yang berafiliasi dengan pemerintah Mesir sebelumnya melaporkan bahwa Mesir telah mengajukan proposal baru Israel untuk gencatan senjata di Gaza kepada Hamas.
Sami Abu Zuhri juga mengatakan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak mengajukan perjanjian gencatan senjata tetapi sebuah “perjanjian penyerahan diri”, menekankan bahwa Hamas tidak akan membahas penyerahan senjatanya dan menyebut tuntutan tersebut sebagai “mimpi yang terjaga”.
“Ketika Netanyahu mengkondisikan [gencatan senjata] untuk melucuti senjata Hamas, dia tahu bahwa Hamas menghubungkan kehormatannya dengan senjatanya dan ini adalah permintaan yang mustahil,” kata pejabat senior Hamas kepada Aljazirah Mubasher. “Dia memaksakan tuntutan yang mustahil ini untuk menggagalkan upaya apa pun untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata.”
Abu Zuhri menambahkan bahwa Hamas telah menunjukkan fleksibilitas dalam perundingan dan akan terus terlibat dalam negosiasi untuk mengakhiri perang, namun Netanyahu ingin memperpanjang konflik dan melakukan lebih banyak kejahatan di Gaza.
Penetapan proposal gencatan senjata baru dari Mesir yang menyerukan agar Hamas melucuti senjatanya mencerminkan “ketidakseimbangan kekuatan” yang menguntungkan Israel. Ini diyakini akan memenangkan perang di Gaza berkat dukungan militer penuh dari AS, menurut analis senior Aljazirah Marwan Bishara.
“Orang Mesir terlalu pragmatis,” kata Bishara. “Mesir tidak mengajukan pendiriannya sendiri namun hal ini mencerminkan apa yang dikatakan Israel dan AS.” Meskipun Hamas masih menahan beberapa tawanan, pemerintah Netanyahu telah memperjelas niatnya untuk menyerang Gaza sampai kelompok tersebut dilucuti dan dikalahkan, lanjut analis tersebut.
Mesir, Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam telah menyepakati masa depan Gaza di mana Hamas tidak berkuasa. “Ini bukan tentang apa yang benar, ini tentang kekuatan dan Israel serta AS memproyeksikan kekuatan melalui genosida dan kejahatan perang,” katanya.
