REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Penasihat Hukum Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto menuding dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kliennya penuh dengan aroma kriminalisasi politik. Kubu Hasto menegaskan perkara ini jadi pembalasan atas pemecatan Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, dan Bobby Nasution dari keanggotaan PDIP.
Kuasa Hukum Hasto, Maqdir Ismail menyebut ada ancaman yang diterima Hasto sebelum penetapan tersangka. Hasto dihubungi seseorang pada 13 Desember 2024 yang mengaku utusan lembaga negara. Isi percakapan itu meminta Hasto tak memecat Joko Widodo serta mengundurkan diri dari jabatan Sekjen PDIP dalam waktu 24 jam.
“Jika tidak, Hasto akan dijadikan tersangka KPK. Ini jelas intimidasi politik,” kata Maqdir saat membacakan eksepsi Hasto di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025).
Maqdir mengamati penetapan tersangka kliennya pada 24 Desember 2024 atau sehari sebelum Natal sebagai bentuk pelecehan terhadap keyakinan agama Hasto. Padahal Hasto dan keluarga bakal merayakan natal.
“Ini bukan sekadar ketidaktahuan KPK soal tanggal merah. Ini arogansi kekuasaan yang sengaja mengganggu perayaan Natal klien kami,” ujar Maqdir.
Tim hukum juga menyoroti ketiadaan bukti konkret dalam dakwaan Hasto. Kuasa hukum Hasto lainnya, Ronny Talapessy menuding KPK hanya mengulang keterangan saksi dari kasus lama tanpa fakta baru.
"Lebih dari 90% materi dakwaan adalah copy-paste dari BAP Saeful Bahri, Wahyu Setiawan, dan Agustiani Tio. Tidak ada bukti transaksi suap yang melibatkan Hasto,” ujar Ronny.