Selasa 18 Mar 2025 08:25 WIB

Mengenang Rachel Corrie, Sang Pejuang Kemanusiaan

Warga Amerika Serikat, Rachel Corrie berjuang melawan penjajahan Israel di Jalur Gaza

Rachel Corrie
Foto: wiki
Rachel Corrie

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bila masih hidup, usianya kini 45 tahun. Rachel Aliene Corrie, demikian namanya, merupakan seorang pahlawan kemanusiaan yang menginspirasi dunia, bahkan hingga kini. Perempuan berkebangsaan Amerika Serikat (AS) itu gugur saat sedang mengadang aparat militer Israel, yang akan menggusur rumah warga Palestina di Rafah, Jalur Gaza, pada 16 Maret 2003.

Peristiwa yang terjadi sekira 22 tahun lalu itu menjadi satu dari begitu banyak bukti kekejian Israel di bumi Palestina. Mengenakan pakaian berwarna oranye terang, Rachel Corrie berdiri di hadapan buldozer yang dikemudikan personel militer Israel. Melalui pengeras suara, perempuan berambut pirang itu memprotes aksi barbar aparat zionis itu yang menggusur kediaman warga sipil Palestina.

Baca Juga

Bukannya berhenti, aparat Israel sengaja menjalankan buldozer itu ke arah Corrie. Seketika, perempuan keturunan Irlandia itu terjatuh. Kepala dan badannya pun tergilas roda kendaraan berat tersebut. Melihat itu, kawan-kawannya yang sesama aktivis International Solidarity Movement (ISM) berlari mendatanginya. Mereka mendapati sang pejuang sudah bersimbah darah dan tak bernyawa.

photo
Foto-foto yang menggambarkan kejadian ketika Rachel Corrie mengadang kendaraan berat yang dioperasikan militer Israel. (Kanan) Rachel Corrie sesudah buldozer Israel sengaja melindasnya. - (wiki)

Harum, abadi

Beberapa hari pascakejadian itu, Israel berdalih bahwa para tentaranya "tidak melihat" posisi Rachel Corrie di depan buldozer mereka. Bahkan hingga bertahun-tahun setelah perkara yang jelas-jelas adalah pembunuhan itu, pemerintah zionis tidak memberikan hukuman apa pun kepada aparatnya. Yang terjadi justru pihak keluarga almarhumah diintimidasi dan dimata-matai.

Rachel Corrie bukanlah warga Palestina atau orang Arab. Perempuan kulit putih ini jauh-jauh datang dari Amerika ke Jalur Gaza karena panggilan kemanusiaan. Hatinya terpanggil untuk berbuat menolong dan membela penduduk setempat yang berpuluh tahun dijajah Israel.

Setelah menamatkan SMA, Corrie melanjutkan studinya ke kampus Evergreen State College. Di sinilah gadis tersebut kemudian bergabung dengan gerakan kemanusiaan bernama Olympia Movement for Justice and Peace. Dari situ, dia lantas masuk International Solidarity Movement (ISM).

ISM didirikan pada tahun 2001. Organisasi ini menjaring para relawan dari berbagai penjuru dunia untuk menjalankan aksi damai melawan kekejaman zionis. Gerakan ini berupaya menekan pemerintah dan militer Israel supaya menghentikan penjajahan di bumi Palestina.

Setelah pamit kepada kedua orang tuanya di Washington, Corrie kemudian berangkat ke Rafah, Jalur Gaza, pada tahun 2003. Gadis ini sempat mengikuti pelatihan selama dua hari untuk menjalankan advokasi pada para warga lokal. Hari demi hari, pekan demi pekan berlalu. Selalu ia saksikan arogansi dan serangan yang dilakukan militer Israel pada penduduk sipil Palestina.

Corrie menyaksikan banyaknya rumah warga Gaza yang dihancurkan Israel. Selain itu, betapa setiap hari militer zionis dengan bengisnya membunuh orang-orang Palestina yang tak bersenjata. Hati perempuan Amerika ini terusik. Ia menjadi sangat geram.

Corrie merekam semua kejadian ini dan menuliskannya email. Surat itu lalu dikirimkan kepada keluarganya di Washington. "Wahai kawan dan keluarga, saya sudah dua pekan plus satu jam di Palestina. Saya masih kesulitan berkata-kata untuk bisa menggambarkan kondisi yang saya lihat di sini. Sungguh, ini kondisi paling sulit buat saya untuk memikirkannya sambil duduk dan menuliskan kembali setelah berada di Amerika," begitu bunyi salah satu email Corrie yang dikirim pada 7 Februari 2003.

photo
Papan penunjuk Jalan Rachel Corrie di Ramallah, Palestina. - (wikipedia)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement