REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Indonesia ke-7 Joko Widodo angkat bicara terkait kasus dugaan korupsi impor minyak dan BBM Pertamina Patra Niaga. Ditemui pers di kediamannya di Solo, Kamis (6/3/2025), Jokowi ditanya tanggapannya soal kasus dugaan korupsi yang terjadi di masanya memerintah, yakni dari 2018-2023.
Jokowi tidak menjawab apakah ia tahu atau tidak kasus ini terjadi di masanya. Ia hanya mengatakan, "Ya, kalau ada curiga kan digebuk sejak dulu," kata Presiden yang memerintah dua periode itu.
Jokowi kemudian mengingatkan, bahwa Pertamina adalah manajemen yang besar. Karena itu pasti ada manajemen kontrol. Kontrol ini dilakukan jajaran komisaris dan direksi. "Harus detail," kata Jokowi.
Ia kemudian mengarahkan bahwa jajaran komisaris dan direksi itu dipilih berdasarkan saringan berlapis. Nama-nama kandidat masuk ke Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, lalu ke tim penilai akhir (TPA), dan ke meja presiden.
"Jadi semua lewat proses, tidak bisa semua secara ujuk ujuk. Karena sekali lagi ini menyangkut pengelolaan aset yang sangat besar sekali," kata mantan gubernur DKI Jakarta itu.
Seperti diketahui, Kejagung sudah menetapkan sembilan tersangka kasus dugaan korupsi impor minyak dan BBM Pertamina Patra Niaga. Kejagung memperkirakan kerugian negara akibat hal itu mencapai nyaris Rp 1 triliun, karena berjalan selama lima tahun.
Kejaksaan Agung (Kejagung) membuka peluang penuntutan hukuman mati terhadap para tersangka korupsi minyak mentah dan produk kilang yang terjadi di anak perusahaan PT Pertamina. Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, peluang penuntutan hukuman maksimal tersebut melihat terjadinya korupsi pada masa pandemi Covid-19.
Korupsi minyak mentah dan produk kilang terjadi sepanjang 2018-2023 yang merugikan negara Rp 193,7 triliun. "Ada hal-hal yang akan memberatkan (terhadap tersangka) dalam situasi Covid dia melakukan perbuatan itu. Dan tentunya ancaman hukumannya akan lebih berat. Bahkan dalam kondisi yang demikian itu (Covid), bisa-bisa hukuman mati!" ujar Burhanuddin di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (6/3/2025).
Meski begitu, kata Burhanuddin, fokus pengusutan saat ini masih awal-awal penyidikan untuk menemukan para tersangka dan alat-alat bukti. "Kita akan lihat dulu bagaimana hasil dari penyidikan ini," ujarnya.
Menurut Burhanuddin, Estimasi kerugian negara dalam korupsi minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina sebesar Rp 193,7 triliun. Dari pengusutan terungkap salah satu modus korupsi yang terjadi, adalah dengan melakukan pengoplosan BBM RON 90 jenis Pertalite atau BBM RON 88 jenis Premium dengan BBM RON 92 jenis Pertamax.