Selasa 04 Mar 2025 09:15 WIB

Indeks Keimanan, Paradigma Baru dalam Pembangunan

Indeks keimanan bisa untuk melengkapi indeks ekonomi dan kesejahteraan lainnya.

Jaharuddin , Pengamat Ekonomi Syariah, Dosen FEB UMJ
Foto: dokpri
Jaharuddin , Pengamat Ekonomi Syariah, Dosen FEB UMJ

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Jaharuddin , Pengamat Ekonomi Syariah, Dosen FEB UMJ

Bulan Ramadhan selalu membawa optimisme bagi masyarakat. Suasana religius yang kental, semangat berbagi, dan meningkatnya aktivitas ekonomi menciptakan dinamika sosial yang unik.

Di berbagai sudut kota, pasar takjil dan pedagang kaki lima bermunculan, roda ekonomi berputar kencang, dan masyarakat tampak lebih bahagia. Fenomena ini menegaskan bahwa kebahagiaan, keimanan, dan aktivitas ekonomi memiliki keterkaitan yang erat.

Namun, dalam paradigma pembangunan modern yang lebih mengedepankan angka-angka makroekonomi, aspek keimanan sering kali diabaikan. Saat ini, pertumbuhan ekonomi diukur dengan indikator seperti PDB, inflasi, dan tingkat investasi.

Padahal, jika ditelaah lebih dalam, kesejahteraan suatu bangsa tidak hanya bergantung pada faktor ekonomi semata, tetapi juga pada kualitas spiritual dan kebahagiaan masyarakatnya. Inilah yang melahirkan gagasan bahwa indeks keimanan seharusnya menjadi salah satu indikator dalam menilai keberhasilan pembangunan.

Dalam konteks Indonesia, keimanan bukan hanya nilai individu yang bersifat privat, tetapi juga bagian dari fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dengan jelas menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia terjadi atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa.

Hal ini menunjukkan bahwa sejak awal, para pendiri bangsa telah menyadari bahwa pembangunan dan kemajuan suatu negara tidak hanya ditopang oleh kekuatan ekonomi atau politik semata, tetapi juga oleh nilai-nilai spiritual yang hidup dalam masyarakat.

 

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement