REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri menyebut penyelewengan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di Kolaka, Sulawesi Tenggara, diduga merugikan negara ratusan miliar rupiah. Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri Brigjen Nunung Syaifuddin mengatakan, praktik penyelewengan BBM bersubsidi yang diperjualbelikan dengan harga nonsubsidi secara ilegal ini telah berjalan selama dua tahun.
Dalam sebulan, kata dia, pelaku diduga mendapatkan keuntungan Rp 4,3 miliar karena adanya selisih harga pada BBM yang diselewengkan. Harga BBM bersubsidi di Kolaka adalah Rp 6.800 per liter, sedangkan harga BBM nonsubsidi adalah sebesar Rp 19.300 per liter. Jadi, terdapat selisih Rp 12.550 per liter yang dimanfaatkan oleh oknum pelaku.
“Dalam sebulan mereka bisa mendapatkan 350 ribu liter, maka sebulan kita kalikan Rp 12.550 dengan 350 ribu liter, maka keuntungannya ada Rp 4.392.500.000,00. Ini baru berdasarkan pengakuan. Nanti akan kami dalami lagi,” ucapnya di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (3/3/2025).
Lalu, jika terduga pelaku telah menjalankan kecurangan ini selama dua tahun, maka total kerugian negara diperkirakan mencapai ratusan miliar.
“Kita berhitung lagi, kalau satu bulannya Rp 4.392.000.000, kalau dua tahun ya lebih kurang Rp 105.420.000.000,” ujarnya.
Adapun modus operandi dalam kasus ini adalah BBM jenis solar bersubsidi atau B35 yang berasal dari fuel terminal atau terminal bahan bakar minyak (TBBM) Kolaka yang merupakan bagian dari PT Pertamina Patra Niaga (PPN) Operation Region VII Makassar, diselewengkan dengan cara dibelokkan ke gudang penimbunan tanpa perizinan.
“Isi muatan biosolar tersebut dipindahkan langsung ke mobil tangki solar industri,” ujar Brigjen Nunung.
Padahal, kata dia, seharusnya BBM tersebut dikirimkan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) dan stasiun pengisian bahan bakar umum nelayan (SPBUN) swasta serta agen penyaluran minyak dan solar (APMS).