REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jauh sebelum lagu 'Bayar Bayar Bayar' milik band Sukatani membuat gaduh publik dan polisi, ada musisi legendaris Iwan Fals, yang berbuat serupa. Pada 1983, Iwan merilis album 'Sumbang'. Di dalam album itu ada satu lagi berjudul 'Kereta Tiba Pukul Berapa'.
Lagu ini bercerita tentang seseorang yang hendak menjemput temannya di stasiun kereta. Namun karena telat, ia menggeber mesin kuda besinya. Ngebut, kemudian kena tilang.
Berikut liriknya:
Kupacu sepeda motorku
Jarum jam tak mau menunggu
Maklum rindu
Traffic light aku lewati
Lampu merah tak peduli
Jalan terus (asyik)
Di depan ada polantas
Wajahnya begitu buas
Tangkap aku
Tawar-menawar harga pas tancap gas
Menariknya, di sini Iwan menghindari menggunakan kata 'polisi' secara langsung. Ia memilih menggunakan kata 'polantas', yang sebenarnya merupakan kependekan dari 'polisi lalu lintas'. Namun dengan pesan yang sama yakni menyoroti dan mengkritik perilaku sebagian polisi saat itu. Republika mencoba menghubungi manajemen Iwan Fals maupun sang musisi terkait sejarah lagu ini. Namun belum direspons.
Sejauh sejarah Iwan Fals yang terekam luas, ia memang kerap menciptakan lagu berisi kritikan sosial di era Orde Baru. Era yang ngeri ngeri sedap, sebetulnya dalam berkesenian. Namun belum diketahui apakah Iwan tersandung di lagu 'Kereta Tiba Pukul Berapa' ini. Hanya saja ia pernah bercerita, konser 100 kota nya dibatalkan sepihak oleh aparat. Ia menyesalkan hal tersebut.
Sementara band Sukatani lewat lagu 'Bayar Bayar Bayar' memilih pendekatan berbeda dengan Iwan. Menulis lirik lebih lugas dan tanpa terselubung. Menarik melihat 'keberanian' band ini, karena musiknya beredar di skena bawah tanah 'underground' musik Indonesia.
Berikut sebagian liriknya:
Mau bikin gigs, bayar polisi
Lapor barang hilang, bayar polisi
Masuk ke penjara, bayar polisi
Keluar penjara, bayar polisi
Aduh aduh ku tak punya uang
Di awal dekade 2000-an, lirik lagu yang mengkritik polisi juga muncul dari ranah musik indie. Band rock Seringai merilis lagu 'Lencana' pada 2004. Lagu tersebut berisi keluh kesah band tersebut terhadap aparat. Uniknya, lirik lagu itu tidak memuat kata 'polisi' namun menggunakan simbol 'lencana' yang memang dimiliki penegak hukum. Lagu 'Lencana' ini menjadi langganan dinyanyikan Seringai dalam setlist konser nya.
Berikut sebagian liriknya:
Kekuatanmu di balik lencana, miliki senjata membuatmu bergaya?
Lelucon sedih dibawah kendali, lecehkan mereka yang tak punya lencana.
Melindungi?
Melayani?
Melindungi?
Yeah, saatnya ambil kendali.
Kami takkan ikuti langkahmu, layani mereka yang salahgunakan kekuatan.
Pada 2011, band indie lainnya, The Brandals/BRNDLS juga menggebrak dunia musik dengan single bernuansa polisi, yakni 'Awas Polizei!'. Lagu ini jadi single pembuka perkenalan album DGNR8.
Di sini lagi lagi musisi memilih untuk tidak menggunakan kata 'polisi' secara langsung. Alih-alih, BRNDLS memilih menggunakan kata dalam bahasa Jerman, yakni polizei, di dalam lagunya. Liriknya masih serupa dengan Iwan Fals dan Seringai, berisi keluhan dan kritik kepada aparat.
Berikut liriknya:
Berdiri tegak tepat di perempatan
Mata memandang lihat siapa yang dial
Kasak-kusuk kiri-kanan cari-cari kesempatan
Otot urat, keringat
Ayo tawar di trotoar dan...
Awas Polizei!
Oh awas Polizei!
Awas Polizei!
Oh awas Polizei!
Pendekatan yang berbeda dilakukan band legendaris Slank asal Potlot Jakarta. Band ini memilih menulis lagu terang-terangan yang memuji polisi. Tentu saja, karena Slank menulis lagu ini dalam momen merayakan HUT Polri pada 2023.
Berikut sebagian liriknya:
Slank datang mau kasih kado buat
Kepolisian Republik Indonesia
Yang lagi ulang tahun
Ini kadonya
Polisi yang baik hati
Senyum ramah manusiawi
Pembela rakyat sejati
Suka rela mengayomi
Polisi yang baik hati
Siap siaga melindungi
Paling sigap melayani
Sepanjang malam
Sepanjang hari