Kamis 13 Feb 2025 09:49 WIB

Kebutuhan Tenaga Kesehatan di Jepang dari Indonesia Sangat Tinggi

Kemenkes menggandeng Yayasan Binawan memperkuat SDM yang akan dikirim keluar negeri.

Dirjen SDM Kesehatan Kemenkes Yuli Farianti bersama Ketua Yayasan Binawan Said Saleh Alwaini meneken perjanjian kerja sama dalam pengiriman tenaga kesehatan keluar negeri di Jakarta Pusat, Rabu (13/2/2025).
Foto: Republika.co.id
Dirjen SDM Kesehatan Kemenkes Yuli Farianti bersama Ketua Yayasan Binawan Said Saleh Alwaini meneken perjanjian kerja sama dalam pengiriman tenaga kesehatan keluar negeri di Jakarta Pusat, Rabu (13/2/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peluang bekerja di luar negeri, khususnya di bidang kesehatan sangat terbuka lebar. Selain Jepang, negara tujuan yang membutuhkan tenaga kesehatan dari Indonesia adalah Jerman, Belanda, serta Timur Tengah.

Dirjen Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Yuli Farianti mengatakan, rekrutmen tenaga kesehatan, khususnya di Jepang sangat tinggi. Hanya saja, kendala yang dihadapi pekerja dari Indonesia adalah bahasa. Selain penguasaan bahasa Inggris, kata Yuli, kompetensi bahasa Jepang standar juga menjadi nilai plus bagi tenaga kesehatan yang ingin berkarier di negeri Matahari Terbit.

Baca Juga

"Kemarin (beberapa hari lalu) saya ke Jepang, kompetitor kita itu dari Filipina dan Vietnam. Mereka bahasa Inggrisnya lebih baik, kita harus menyiapkan termasuk penguasan bahasa Jepang. Mereka strict sekali," ucap Yuli di Jakarta Pusat, Rabu (12/2/2025).

Menurut Yuli, penguasaan bahasa Inggris menjadi menjadi penghambat bagi SDM Indonesia untuk bisa bekerja di luar negeri. Padahal, kebutuhan tenaga kerja di luar negeri sangat besar. Dia pun mendorong lembaga pendidikan tinggi bisa mencetak SDM terbaik agar lulusan di bidang kesehatan bisa bersaing dengan Filipina dan Vietman.

Dia juga menyinggung tidak sedikit warga Malaysia dan Singapura yang bekerja sebagai tenaga kesehatan di Jepang. Mereka tidak memiliki kendala dalam penguasaan bahasa Inggris. "Kerja sama ini diharapkan dapat memperkuat daya saing SDM kesehatan nasional agar bersaing dengan tenaga kesehatan dari negara lain," ujar Yuli seusai usai penandatanganan perjanjian kerja sama antara Kemenkes dan Yayasan Binawan.

Dia pun menjelaskan, selama periode 2019-2024, lebih 1.270 tenaga kesehatan Indonesia sudah dikirim ke luar negeri. Jepang menjadi negara terbanyak, disusul Jerman, Belanda, serta Arab Saudi, Qatar, dan Kuwait sebagai negara tujuan.

Kemenkes mencatat, setidaknya ada peluang 2.000 tenaga kesehatan Indonesia bisa dikirim keluar negeri. Bahkan permintaan global cenderung meningkat setiap tahunnya. Sayangnya, SDM bidang kesehatan, baik lulusan negeri dan swasta yang memenuhi ketentuan di bawah angka itu. "Ini kurikulum, mental, birokrasi, dan bahasa kita benahi. Kita siapkan semuanya," ucap Yuli.

Ketua Yayasan Binawan Said Saleh Alwaini menjelaskan, pihaknya menyediakan 400 kuota khusus bagi alumni Politeknik Kesehatan (Poltekkes) di bawah Kemenkes untuk bisa dikirim keluar negeri. Selaku ketua umum Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati), kata Said, Binawan Group memiliki fasilitas lengkap untuk mencerak tenaga kesehatan profesional agar mereka siap bersaing secara teknis dan mental.

Kurikulum pelatihan pun dibuat bersama Kemenkes agar memenuhi standar internasional. Bagi tenaga kesehatan yang akan bekerja di luar negeri harus menjalani pelatihan sekitar 10-12 bulan. "Mereka yang belum memenuhi standar kompetensi (lulusan Poltekkes), termasuk dalam penguasaan bahasa asing, harus menjalani pelatihan tambahan (di Binawan) hingga dinyatakan layak (berangkat)," ucap Said.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement