Senin 13 Jan 2025 22:39 WIB

Cara Kemendukbangga Entaskan Kemiskinan Ekstrem dan Stunting di NTT

Kemendukbangga berkomitmen tekan angka kemiskinan ekstrem.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Erdy Nasrul
Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga atau Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Wihaji saat wawancara bersama Republika di kantor Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluaraga BKKBN, Jakarta, Kamis (9/1/2025).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga atau Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Wihaji saat wawancara bersama Republika di kantor Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluaraga BKKBN, Jakarta, Kamis (9/1/2025).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN menginisiasi program kolaboratif untuk menurunkan prevalensi kemiskinan ekstrem dan resiko stunting di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Hal ini karena kemiskinan ekstrem dan stunting adalah dua tantangan utama di NTT. Berdasarkan perhitungan BPS, persentase kemiskinan Provinsi NTT pada Maret 2024 adalah sebesar 19,48%, termasuk dalam tiga Provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi di Indonesia.

Baca Juga

Dalam konteks prevalensi stunting, NTT menjadi provinsi dengan kasus stunting tertinggi kedua di Indonesia dengan angka 37 persen dari jumlah penduduk.

"Persoalan ini memerlukan solusi komprehensif untuk mengatasinya," kata Mendukbangga, Wihaji dalam pertemuan tersebut di Kantor Kemendukbangga, Jakarta, Senin (13/1/2025).

Wihaji meyakini kolaborasi dapat mengatasi persoalan di NTT. Sebab tiap Kementerian-lembaga dapat berbagi peran.

"Kemendukbangga beserta semua Kementerian lain akan terus menjalin sinergitas program dan kegiatan dalam menangani stunting, khususnya di NTT dengan memanfaatkan data kependudukan yang dimiliki oleh Kemendukbangga/BKKBN," kata Wihaji.

Kemendukbangga akan membangun ketahanan pangan lokal yang tidak hanya berfokus pada peningkatan konsumsi pangan bergizi, tetapi juga menciptakan peluang ekonomi yang berkelanjutan. Ini merupakan rencana kerjasama Kemendukbangga dengan Pemerintah Provinsi NTT, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Sosial (Kemensos), Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT), Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman, dan Badan Gizi Nasional (BGN), Universitas Brawijaya (UB) dan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

"Diversifikasi pangan lokal, seperti kelor, jagung dan sorgum, serta pemberdayaan UMKM berbasis komunitas akan mendorong kemandirian ekonomi. Program ini menjadi bagian dari komitmen kita untuk mewujudkan tema No Poverty, No Hungry," ujar Wihaji.

Sebagai bagian dari upaya ini, pemerintah bersama UB dan UMM mengembangkan pemanfaatan data keluarga BKKBN, intensifikasi program Bangga Kencana melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan jarak kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.

Dalam konteks peningkatan kesejahteraan keluarga, dengan dukungan K/L lain dan universitas, program juga mencakup penanaman benih jagung Nusa Timore di lahan 10.000 hektare setiap tahun, pengembangan beras analog berbasis jagung dan sorgum, serta pembentukan klaster UMKM olahan pangan lokal.

Program ini turut melibatkan pelatihan teknologi modern, pendampingan teknis, dan penguatan jaringan pemasaran untuk memastikan keberlanjutan.

"Penanggulangan stunting NTT akan menggunakan pendekatan berbasis data riil per keluarga yang komprehensif," ujar Wihaji.

Sementara itu, Sekretaris Kementrian Kemendukbangga, Budi Setiyono menambahkan rapat kolaborasi lintas sektor ini menjadi langkah awal sinergi antara berbagai pihak. Rapat ini juga mencakup percepatan 5 quick wins Kemendukbangga/BKKBN yaitu Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting), Taman Asuh Anak (Tamasya), Gerakan Ayah Teladan (Gate), Lansia Berdaya, dan aplikasi Super Apps berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligent—AI).

“Ke depan kita akan kawal Bersama agar program kolaboratif ini semakin erat dan mewujudkan hasil nyata bagi Masyarakat NTT,” ujar Prof Budi.

Melalui kolaborasi ini, pemerintah berharap dapat menciptakan perubahan nyata bagi masyarakat NTT.

"Dengan memaksimalkan data demografi dan optimalisasi potensi pangan lokal dan pemberdayaan UMKM yang kuat, langkah ini diharapkan tidak hanya dan stunting, tetapi juga memberikan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang," ujar Wihaji. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement