REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Prabowo Subianto menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8 persen pada masa pemerintahannya. Pengolahan profesional limbah cair pabrik kepala sawit (LCPKS) bisa mendukung target pemerintah tersebut. Salah satunya melalui pengurangan impor pupuk dari luar negeri dan penggunaan energi terbarukan yang dihasilkan dari limbah cair tersebut.
Ketua Dewan Pakar Pusat Kajian, Advokasi, dan Konservasi Alam (Pusaka Kalam), Prof Yanto Santosa menyampaikan, pengurangan impor pupuk akan meningkatkan efisiensi dan daya saing industri kelapa sawit. Selain juga membuka lapangan kerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat di sepanjang rantai pasok nasional dalam industri kelapa sawit.
"Karena pada akhirnya meningkatkan pendapatan nasional Indonesia," kata Prof Yanto dalam siaran pers di Jakarta, Senin (25/11/2024). Untuk mencapai hal tersebut, lanjut Yanto, dukungan pemerintah di semua kementerian terkait diperlukan untuk memanfaatkan sumber daya LCPKS yang melimpah tersebut.
Menurut dia, pemanfaatan LCPKS bisa mengurangi penggunaan pupuk kimia yang mengakibatkan jejak karbon yang lebih tinggi. Hal itu terjadi sejak jejak karbon proses produksi pupuk kimia, kemudian transportasi pupuk kimia sampai dengan aplikasinya di lapangan. Yanti menjelaskan, pengurangan penggunaan pupuk kimia juga berdampak pada penurunan biaya operasional secara signifikan.
"Oleh karena itu, pemanfaatan LCPKS sebagai pupuk organik yang ramah lingkungan, ekonomi dan agronomi menjadi solusi terhadap permasalahan tersebut," kata Yanto merespons hasil diskusi kelompok terpumpun (FGD) bertajuk 'Permasalahan dan Strategi Pengelolaan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) Secara Optimal dan Berkelanjutan di Kampus IPB, Kota Bogor pada kenal lau.
Guru Besar ITB Prof Tjandra Setiadi menjelaskan, terdapat tiga tantangan utama dalam pengelolaan limbah cair kelapa sawit (POME) pada masa depan. Pertama, keterbatasan lahan menjadi isu mendesak karena peningkatan produksi kelapa sawit membutuhkan lebih banyak ruang untuk pengolahan limbah.
Kedua, regulasi lingkungan yang semakin ketat mengharuskan industri mengadopsi langkah-langkah untuk mengontrol dan mencegah pencemaran dengan standar tinggi. Ketiga, efisiensi pengolahan menuntut pengembangan teknologi yang hemat energi, ramah lingkungan, namun tetap terjangkau secara ekonomi.
Tjandra juga memaparkan prospek positif dari pengelolaan LCPKS. Limbah tersebut memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit energi terbarukan melalui pengolahan biogas, serta dapat digunakan sebagai pupuk komersial yang kaya nutrisi untuk pertanian.
"Dengan menggabungkan pendekatan teknologi yang canggih dan kebijakan berkelanjutan, tantangan yang ada dapat diatasi, sementara peluang besar dalam pengelolaan LCPKS dapat dimaksimalkan," ujar Tjandra.