REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebut pentingnya peran perguruan tinggi untuk turut menentukan keberlanjutan program penurunan stunting melalui kajian-kajian ilmiah.
Hal tersebut disampaikan Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN Bonivasius Prasetya Ichtiarto di Jakarta, Selasa, dalam seminar hasil pendampingan perguruan tinggi dalam percepatan penurunan stunting tahun 2024 yang dilaksanakan secara hibrida.
“Hasil kajian di empat lokus kerja sama BKKBN dengan perguruan tinggi terkait penurunan stunting tidak boleh hanya menjadi dokumen semata, karena sering terjadi setelah selesai, dokumen tidak ada ‘follow up’ (keberlanjutan), hanya menjadi praktik baik di lokus itu saja. Padahal, praktik baik bisa menjadi contoh daerah lain,” katanya.
Empat lokus tersebut yakni Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten yang dilaksanakan oleh Universitas Sultan Ageng Tirtayasa; Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat yang dilaksanakan Institut Pertanian Bogor; Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan timur oleh Universitas Mulawarman; dan Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah oleh Universitas Tadulako.
Bonivasius menekankan pentingnya implementasi dari hasil kajian agar dokumen-dokumen tidak hanya tertumpuk di perpustakaan belaka.
"Jangan sampai hasil kajian jadi dokumen tertumpuk di perpustakaan kampus dan meja pimpinan-pimpinan saja. Perlu ada keberlanjutan atau implementasi karena itu kunci keberhasilan kajian yang sudah dilakukan,” ucapnya.
Menurut dia, peran perguruan tinggi dalam percepatan penurunan stunting dengan lima pilar sangat strategis, yang dilakukan melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat.
Sementara itu, Ketua Sekretariat Percepatan Penurunan Stunting Sudibyo Alimoeso mengemukakan, perguruan tinggi dapat turut berkontribusi dalam percepatan penurunan stunting melalui kegiatan kuliah kerja nyata (KKN).
“Perguruan tinggi selalu bicara dengan data, dapat mengatakan apa adanya, sehingga pendampingan perguruan tinggi melalui kegiatan KKN dapat lebih mudah untuk mengedukasi ibu-ibu dan remaja agar patuh karena kepatuhan menyusui eksklusif serta pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) dengan gizi seimbang masih rendah,” tuturnya.
Ia menegaskan, perguruan tinggi juga berperan dalam menjaga keberlanjutan program penurunan stunting dengan memberikan bukti ilmiah kepada pelaksana program, memperkuat kapasitas pemerintah kabupaten/kota dan memberi pendampingan dalam pengembangan model intervensi yang efektif, sekaligus memberikan bahan-bahan pembelajaran praktik baik.
Dalam rangka mendorong implementasi dan kontribusi perguruan tinggi dalam percepatan penurunan stunting, BKKBN telah bekerja sama dengan 11 perguruan tinggi yang tergabung dalam Perguruan Tinggi Peduli Kependudukan (PTPK).