Kamis 26 Sep 2024 15:00 WIB

Melestarikan Bahasa Sentani dari Sekolah

Bahasa Sentani harus terus dilestarikan untuk memperkaya kearifan lokal Indonesia.

Warga Sentani Jayapura.
Foto: Dok. Web
Warga Sentani Jayapura.

REPUBLIKA.CO.ID, SENTANI -- Pulau Papua merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki kekayaan budaya dan bahasa daerah yang beragam. Sebagaimana daerah lain, keberadaan bahasa daerah di Pulau Cenderawasih itu memerlukan upaya untuk dilestarikan.

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) mencatat pada 1986 setidaknya ada sekitar 240 bahasa lokal di wilayah yang dikenal memiliki kekayaan alam dan budaya tersebut.

Baca Juga

Pemerintah Kabupaten Jayapura, Papua, mencatat daerah itu memiliki sembilan Dewan Adat Suku (DAS) yang tersebar di 139 kampung, lima kelurahan, 19 distrik. Setiap DAS memiliki adat istiadat serta bahasa lokal yang beragam. Bahasa Sentani menjadi salah satu bahasa ibu yang paling banyak digunakan dalam keseharian masyarakat.

Meskipun demikian, Pemerintah Kabupaten Jayapura terus berupaya menjaga agar bahasa ibu itu tidak hilang, bahkan punah. Dari program itu, Bahasa Sentani dari wilayah Kabupaten Jayapura kini telah diterapkan di 54 sekolah dasar (SD), 30 sekolah menengah pertama (SMP) dan 15 sekolah menengah atas/kejuruan (SMA/SMK).

Pelestarian bahasa ibu di kabupaten dengan sebutan "Bumi Kenambai Umbai" itu dimulai dari sekolah, karena pendidikan, menurut Penjabat Bupati Jayapura Semuel Siriwa, menjadi wadah yang sangat efektif dalam mempertahankan kelestarian budaya, adat istiadat, termasuk bahasa.

Muatan lokal

SD Negeri Abeale I Sentani, Kabupaten Jayapura, merupakan satu di antara 54 sekolah dasar yang memilih pendidikan muatan lokal Bahasa Sentani. Pendidikan muatan lokal itu merupakan pengejewantahan dari ketentuan Kurikulum Merdeka dari Kemendikbudristek.

Kepala SD Negeri Abeale 1 Rustina R Patandean mengakui pendidikan muatan lokal bahasa ibu sangat membantu siswa untuk lebih mengenal dan mencintai kekayaan budaya daerah. Apalagi jika dikaitkan dengan peribahasa, "Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung".

Sekolah di Kabupaten Jayapura memiliki siswa dari berbagai latar belakang, yakni suku, ras dan agama, sehingga pengenalan budaya dan adat istiadat daerah setempat sangat baik, dan ikatan persaudaraan mereka akan lebih kuat dan erat. Karena itu, para siswa yang berasal dari Suku Jawa, Makassar atau Bugis, Sumatera, Kalimantan, dan Biak, bisa berkomunikasi sehari-hari menggunakan Bahasa Sentani. Bahasa lokal menjadi pemersatu generasi muda dari beragam latar belakang.

SD Negeri Abeale 1 Sentani telah menerapkan pelajaran muatan lokal bahasa ibu tersebut selama dua tahun terakhir dan telah meluluskan kurang lebih 100 siswa, yang memiliki kemampuan berbahasa Sentani.

Angelis B Kongle, siswi SD Negeri Abeale 1 Sentani, bersyukur karena memperoleh pendidikan Bahasa Sentani yang membantunya mampu berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari menggunakan bahasa daerah di tempatnya tinggal.

Karena itu, para siswa berharap pendidikan muatan lokal ini terus ada, sehingga generasi muda yang bukan orang asli Papua bisa menggunakan Bahasa Sentani dengan baik.

Penggunaan bahasa ibu ini juga diyakini dapat meningkatkan kedekatan hubungan sosial yang dalam skala lebih luas menjadi modal untuk meningkatkan ketahanan kehidupan berbangsa dan bernegara di Papua, khususnya Kabupaten Jayapura.

Pada tahap awal, pendidikan Bahasa Sentani diperkenalkan untuk kata-kata dasar dan mudah yang bisa dipraktikkan di keseharian, seperti "rene foi" (selamat pagi), "rai foi" (selamat siang), "huwe rai foi" (selamat sore), "huwe foi" (selamat malam), "onomi fokha" (salam sejahtera), dan "helem foi" (terima kasih).

Beberapa siswa di sekolah itu tampak berbicara menggunakan Bahasa Sentani. Beberapa dari mereka terlihat sudah lancar dan beberapa yang lainnya masih tertatih-tatih. Meskipun demikian, tidak ada saling mengejek, melainkan saling membetulkan dan memberi tahu jika ada yang kurang tepat menggunakan kata tertentu.

Tidak hanya berkomunikasi, pada saat upacara bendera, pengucapan teks Pancasila dilafalkan dengan menggunakan bahasa daerah Sentani, yakni "Arai hubalo mam ro" (Ketuhanan Yang Maha Esa), "Ro miyea wali na mam ne nekhemande" (Kemanusiaan yang adil dan beradab), "Nda khani na Nembainye nekhemande" (Persatuan Indonesia), "Wali nembainye nekhemande ubhene foi hayemale riya mbai kobouw mbainye nekhemale" (Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan) dan "U foi wa foi rikei hakhoi nda ro miyea nemene mokhomamile" (Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia).

Mengenai pembacaan teks Pancasila dalam bahasa daerah, diyakini memiliki dua manfaat yang satu sama lain saling melengkapi, yakni penanaman nilai-nilai kebangsaan yang di dalamnya juga menghargai perbedaan, termasuk penggunaan dan upaya pelestarian bahasa ibu.

Sekolah adat

Terkait upaya pelestarian bahasa daerah, Pemerintah Kabupaten Jayapura memiliki program Sekolah Adat Negeri Papua yang didirikan pada 2017. Lewat program itu, pemerintah daerah berupaya mengimplementasikan Pasal 32 ayat 2 Undang-Undang Dasar (UUD) bahwa negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.

Intinya, menurut Direktur Sekolah Adat Negeri Papua Origenes Monim, lembaga itu berupaya menanamkan nilai-nilai kewarganegaraan, kebangsaan yang baik bagi generasi muda di Papua untuk lebih mengenal Pancasila sebagai dasar bernegara dalam konteks budaya.

Lewat program ini generasi muda Papua dapat memahami wawasan kebangsaan dari sisi kedaerahan, sehingga nilai-nilai luhur Pancasila dapat menjadi pegangan bersama untuk mewarnai kehidupan berbangsa secara rukun, damai, dan sejahtera.

 

Lihat halaman berikutnya >>>

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement