REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Para negosiator pembebasan Kapten Philip Mark Marthens, Edison Gwijangge, Yospian Wandikbo, dan Erlina Gwijangge dibawa ke Jakarta. Pada Senin (23/9/2024) ketiga warga sipil yang berhasil meyakinkan pemimpin komplotan separatis bersenjata Papua Merdeka Egianus Kogeya agar menyerahkan pilot Susi Air itu, bertemu dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Mabes Polri.
Jenderal Sigit menyampaikan apresiasi atas peran para tokoh masyarakat di Nduga, Papua Pegunungan itu, dalam penyelamatan pilot asal Selandia Baru tersebut. “Saya sangat mengapresiasi karena tim ini menggunakan pendekatan soft approach (lunak),” kata Jenderal Sigit dalam siaran pers yang diterima wartawan di Jakarta, Selasa (24/9/2024).
Kapolri mengatakan, cara-cara lunak, berkomunikasi secara kekeluargaan dengan kelompok bersenjata Papua Merdeka dalam misi membebaskan sandera merupakan faktor yang penting. “Karena kita tahu, dalam operasi pembebasan ini, sandera (Kapten Philip) merupakan prioritas utama,” ujar Kapolri.
Dari pendekatan lunak secara kekeluargaan tersebut, Kapten Philip berhasil diserahkan oleh Egianus Kogeya selaku pemimpin penyandera. “Dan Alhamdulillah, sandera dapat bebas dengan aman, dan selamat. Kondisinya, pun dalam keadaan sehat ketika dikembalikan,” kata Jenderal Sigit.
Selain ketiga warga sipil tersebut, sejumlah personel kepolisian, juga turut serta dalam misi penjemputan Kapten Philip dari penyanderaan.
Mereka di antaranya, Asisten Utama Operasional (Astamaops) Polri Komisaris Jenderal (Komjen) Verdianto Iskandar Bitticaca, juga Wakapolda Papua Brigadir Jenderal (Brigjen) Faizal Ramadhani yang merupakan Kepala Satgas Operasi Damai Cartenz.
Turut juga Kabid TIK Polda Papua sekaligus Kasatgas Penegakan Hukum (Gakkum) Operasi Damai Cartenz Komisaris Besar (Kombes) I Gusti Gde Era Adhinata, dan Kapolres Mimika yang juga mantan Kapolres Nduga Ajun Komisaris Besar Pertama (AKBP) I Komang Budiartha. Bersama-sama Edison Gwijangge, Yospian Wandikbo, dan Erlina Gwijangge, mereka menemui Kapolri, Senin (23/9/2024).
Kapten Philip dibebaskan dari penyanderaan pada Sabtu (21/9/2024). Pilot maskapai Susi Air tersebut, dalam penyanderaan kelompok separatis bersenjata Papua Merdeka di wilayah Nduga, sejak 7 Februari 2024. Selama 19 bulan, atau satu tahun tujuh bulan, pilot berkebangsaan Selandia Baru itu dalam penguasaan pentolan separatis Egianus Kogeya.
Selama penyanderaan, Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Polri, serta pasukan gabungan dalam Operasi Damai Cartenz melakukan berbagai cara untuk membebaskan Kapten Philip. Dalam catatan Polri, operasi pembebasan Kapten Philip selama ini bersandi Operasi Paro dengan melibatkan 978 personel.
Sebanyak 531 personel di antaranya, adalah prajurit TNI, dan 465 lainnya dari satuan Polri. Sejumlah operasi militer di beberapa wilayah d Nduga yang menjadi tempat penyanderaan, pun dilakukan untuk misi pembebasan Kapten Philip.
Akan tetapi, operasi-operasi militer tersebut, tak pernah berhasil membebaskan pilot 37 tahun tersebut. Catatan-catatan operasi militer yang dilakukan untuk pembebasan Kapten Philip, sedikitnya menewaskan belasan prajurit dari TNI.
Angka korban jiwa dari beberapa kali kontak tembak dengan kelompok penyandera, juga diyakini menyasar warga sipil di Nduga.
Gagal dengan cara-cara operasi militer, TNI dan Polri, pun juga mengandalkan kearifan lokal untuk membebaskan Kapten Philip. Yaitu dengan mengandalkan tim negosiator dari kalangan tokoh masyarakat, dan tokoh adat, serta kalangan gereja di Nduga untuk berkomunikasi dengan Egianus Kogeya agar melepaskan Kapten Philip.
Pendekatan-pendekatan kearifan lokal itu, membuka jalan lunak sejak Agustus 2024. Egianus Kogeya yang merupakan panglima kelompok sayap bersenjata Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat - Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), pada awal Agustus 2024 menyampaikan terbuka untuk bernegosiasi membebaskan Kapten Philip.
Akan tetapi, negosiasi pada awal Agustus 2024 ketika itu, sempat membawa kekhawatiran gagal. Karena setelah Egianus Kogeya menyampaikan akan bernegosiasi untuk melepas Kapten Philip, insiden serangan dan pembunuhan yang diduga dilakukan kelompok separatis bersenjata Papua Merdeka kembali terjadi. Pada Senin (5/8/2024), di Distrik Alama, Mimika, Papua Tengah kelompok bersenjata menyerang helikopter sipil milik PT
Angkasa Intan Air Service.
Helikopter yang membawa penumpang sipil itu dipiloti oleh Kapten Glenn Malcolm Conning. Kelompok bersenjata membebaskan enam penumpang sipil yang dua di antaranya adalah balita. Namun, nahas bagi sang pilot, kelompok bersenjata tersebut membunuh Kapten Glenn.
Pilot helikopter 50-an tahun itu, juga berasal dari Selandia Baru. Kapten Glenn tewas mengenaskan di kabin muka helikopter, dengan luka bacok lebar di bagian pangkal lengan kiri. Peristiwa tersebut, sempat membuat keselamatan Kapten Philip yang disandera di Nduga menjadi terancam. Namun begitu, melalui peran para tokoh masyarakat, dan adat di Nduga, para negosiator itu berhasil meyakinkan Egianus Kogeya untuk melepas Kapten Philip, pada Sabtu (21/9/2024).
Kapten Philip dibebaskan di Kampung Yuguru di Nduga dengan diserahkan ke Edison Gwijangge. Edison adalah mantan Bupati Nduga 2023. Setelah memastikan pelepasan Kapten Philip, Edison menghubungi Satgas Damai Cartenz untuk melakukan penjemputan. Dengan helikopter, Edison Gwijangge membawa Kapten Philip ke Timika untuk pemeriksaan kesehatan, dan psikologis.
Pada hari itu juga, Kapten Philip diterbangkan ke Jakarta, dan tiba di Halim Perdana Kusumah pada Sabtu (21/9/2024) malam dengan kondisi tampak sehat. Menko Polhukam Hadi Tjahjanto, pun resmi menyerahkan Kapten Philip ke Kedutaan Selandia Baru.
Markas Pusat TPNPB-OPM marah besar dengan keputusan Egianus Kogeya menyerahkan Kapten Philip ke pihak Indonesia. TPNPB-OPM sejak awal memang setuju dengan Egianus Kogeya untuk membebaskan Kapten Philip dengan alasan kemanusian.
Akan tetapi, TPNPB-OPM tak setuju dengan menyerahkan Kapten Philip ke pihak TNI atau Polri, pun pemerintah Indonesia. TPNPB-OPM pada 17 September 2024 menerbitkan proposal terbuka pembebasan Kapten Philip yang akan diserahkan ke militer, atau kepolisian, dan pemerintah Selandia Baru. Dalam proposal tersebut, TPNPB-OPM akan membawa Kapten Philip ke Papua Nugini, via Bandara Sentani-Jayapura.
Akan tetapi, proposal Markas Pusat TPNPB-OPM, tak laku. Egianus Kogeya memilih untuk menyerahkan Kapten Philip kepada Edison Gwijangge untuk disereahkan kepada TNI-Polri. Juru Bicara Markas Pusat TPNPB-OPM Sebby Sambom mengutuk keputusan Egianus Kogeya itu.
Dan menuding panglima kelompok bersenjata di Nduga itu telah berkhianat, karena menerima uang lebih dari Rp 25 miliar dari Edison Gwijangge dalam penyerahan Kapten Philip ke pihak Indonesia itu.
“Kecurigaan kami (TPNPB-OPM) itu bukan hoaks. Bukan sangka-sangka. Atau bukan praduga saja. Itu (pemberian uang) kami pastikan mereka terima janji uang dan senjata. Uang untuk beli senjata dari Edison Gwijangge,” begitu kata Sebby.