Jumat 13 Sep 2024 22:00 WIB

Emil Salim: Migrasi Biota Laut Akibat Suhu Meningkat Ancam Kepulauan

Emil Salim menjelaskan suhu air laut global meningkat.

Prof Emil Salim.
Foto: dok. Republika
Prof Emil Salim.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Lingkungan Hidup Indonesia Emil Salim mengingatkan risiko migrasi biota laut skala besar akibat meningkatnya suhu air laut menjadi ancaman serius bagi semua bangsa, khususnya negara kepulauan di khatulistiwa.

“Ini tantangan yang harus disikapi dan direspons untuk resiliensi berkelanjutan. Kerja sama berbagai pihak, misalnya antarnegara ASEAN dan global menjadi keharusan,” kata dia kepada para delegasi negara Asia, Pasifik dan Eropa, dalam acara Asia Disaster Management and Civil Protection Expo, Conference (ADEXCO) dan Global Forum for Sustainable Resilience (GFSR) yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat.

Baca Juga

Emil yang juga mantan Menteri Lingkungan Hidup Indonesia ini menjelaskan, suhu air laut global meningkat mencapai pada level tertingginya saat ini yang faktor utamanya disokong oleh perubahan iklim.

Berdasarkan data hasil penelitian Observasi Bumi C3S (Uni Eropa) mencatat suhu air laut mencapai rekor tertingginya dari 20,96 derajat Celcius pada 2023 menjadi 21,06 derajat Celcius pada Februari 2024.

Menurut dia, dengan air laut yang sudah lebih panas maka biodiversitas khususnya berbagai jenis ikan yang hidup di dalamnya juga akan bermigrasi ke perairan yang bersuhu lebih dingin.

Para ilmuwan maritim menilai fenomena migrasi ini akan menimbulkan dampak yang signifikan terhadap ekosistem laut, rantai makanan, dan bahkan perekonomian negara kepulauan di khatulistiwa, tak terkecuali Indonesia yang memiliki 37 persen sumber daya ikan laut dari spesies ikan dunia.

Bukan hanya itu, katanya menambahkan, peningkatan suhu juga memicu meningkatnya volume air laut sebagaimana yang mulai terjadi di Indonesia hingga diperkirakan dapat menenggelamkan beberapa pulau di negara itu dalam 20 tahun mendatang.

“Oleh itulah kerja sama yang dilakukan melalui pendekatan holistik pada perubahan iklim, resiliensi terhadap bencana dan pembangunan berkelanjutan ini menjadi keharusan,” kata dia.

ADEXCO merupakan pameran internasional yang menghubungkan antara perusahaan, instansi pemerintah, dan para ahli di industri untuk menjadi tempat bertukar ide, keahlian, dan informasi produk terkait manajemen bencana dan industri.

ADEXCO 2024 ini melibatkan sebanyak 126 perusahaan dari 14 negara, seperti Jerman, Singapura, Brunei, dan China.

Sedangkan GFSR adalah forum pembicaraan tingkat tinggi dari delegasi negara ASEAN, Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana (UNDRR), ​​​​​terkait resiliensi berkelanjutan, program adaptasi perubahan iklim, dan refleksi 20 tahun bencana tsunami Samudra Hindia.

Pameran ADEXCO 2024 dan GFSR itu berlangsung pada 11-14 September 2024 di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, dan terbuka untuk masyarakat umum.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement