WR Soepratman, sebagaimana umumnya masyarakat Indonesia saat itu, sangat merindukan tanah airnya merdeka. Sayang, usianya tidak sampai ke sana.
Antara tahun 1930 dan 1937, WR Soepratman berpindah-pindah tempat tinggal. Hingga kemudian, ia dibawa oleh saudaranya ke Surabaya dalam keadaan sakit.
Pada 7 Agustus 1938, saat sedang memimpin pandu-pandu menyiarkan lagu "Matahari Terbit" di Jalan Embong Malang, Surabaya, WR Soepratman ditangkap. Ia lalu ditahan di Penjara Kalisosok.
Beberapa hari kemudian, tepatnya pada 17 Agustus 1938, ia wafat. Dirinya tak meninggalkan istri atau anak karena memang belum menikah. Jenazahnya dimakamkan di kuburan umum Kapas, Jalan Kenjeran, Surabaya, secara Islam.
Pesan terakhir WR Soepratman: “Nasibkoe soedah begini inilah jang disoekai oleh pemerintah Hindia Belanda. Biarlah saja meninggal, saja ikhlas. Saja toch soedah beramal, berdjoeang dengan carakoe, dengan biolakoe. Saja jakin Indonesia pasti Merdeka.”