Ahad 04 Aug 2024 12:25 WIB

Hashim Optimistis Program Makan Bergizi Gratis, Deputi Bappenas: Program yang Strategis

Program makan bergizi gratis dinilai bisa atasi masalah kekurangan gizi untuk anak.

Rep: Agung Sasongko/ Red: Muhammad Hafil
Amich Alhumami (tengah)
Foto: Republika/ Wihdan
Amich Alhumami (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra, Hashim Djojohadikusumo menegaskan optimistis dengan program makan bergizi gratis untuk anak sekolah yang diusung Prabowo-Gibran. Ia yakin program ini mampu meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia untuk siap bersaing dengan negara lain di dunia.

"Indonesia memiliki sumber daya alam (SDA) yang melimpah. Saya optimis ini berjalan dengan baik, program inI adalah investasi untuk meningkatkan ranking pendidikan Indonesia di mata internasional," ujarnya, di acara Dialog Nasional 'Program Makanan Bergizi Wujudkan SDM Unggul Menuju Indonesia Emas 2045' dan Peresmian Forum Masyarakat Indonesia Emas, di Gedung LPP RRI, Jakarta, Sabtu (3/8/2024).

Baca Juga

Hashim mengatakan telah melaporkan kepada Prabowo data Kementerian Kesehatan adanya 41 persen atau sekitar 18 juta anak di Indonesia pergi sekolah dengan perut kosong.

Data lain juga mengungkapkan anak-anak prasekolah di Indonesia sebanyak 30 juta orang yang diduga tidak mendapatkan sarapan.

Hashim juga menambahkan, untuk menangani masalah stunting juga harus memberikan nutrisi yang cukup sejak anak masih di dalam rahim. Dia menyebut ada 4 juta ibu hamil yang akan diberikan makan gratis bersama dengan anak sekolah.

"Maka 4 juta ibu-ibu yang hamil juga segera akan kita berikan makan gratis.Program ini adalah wujud kepedulian dan dari perhatian masyarakat atas nasib bangsa kita. Sebentar lagi diserahkan kepada pimpinan nasional baru Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka " tutur Hashim.

Terpisah, Deputi Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan (PMMK) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas RI

Amich Alhumami mengatakan sikap optimis kebijakan makan siang gratis meningkatkan SDM dalam bidang pendidikan mendapatkan banyak apresiasi dari negara lain.

Kata Amich, negara Perancis, dalam momentum High-Level Political Forum (HLPF) on SDGs, 8-18 Juli 2024 lalu di Markas PBB, menilai Indonesia paling progresif melakukan kampanye publik dengan jangkauan audiens yang luas, baik domestik maupun internasional.

Amich mengatakan Pemerintah Prancis mengikuti serta memantau program-program strategis yang dijalankan Pemerintah Indonesia, terutama yang berkaitan langsung dengan upaya perbaikan gizi masyarakat

"Mereka juga menilai Indonesia sangat aktif dalam melakukan pendidikan publik bagi masyarakat mengenai pentingnya program layanan gizi, untuk membangun bangsa yang sehat dan produktif,” papar Amich.

Amich membenarkan Anak-anak yang kekurangan gizi, sangat sulit mengikuti proses belajar di sekolah sehingga mengakibatkan rendahnya prestasi akademik.

Akibat kekurangan gizi pada balita dapat menyebabkan gagal tumbuh-kembang yang berdampak negatif pada kualitas manusia serta melemahkan produktivitas SDM Indonesia.

“Indonesia memang menghadapi masalah serius dalam hal status kesehatan dan gizi anak-anak, terutama balita. Banyak balita menderita malnutrition—gizi buruk dalam wujud stunting (gagal tumbuh-kembang) dan wasting (kurus kering) serta gizi berlebih yang menyebabkan obesitas,” ujarnya.

Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 menunjukkan, prevalensi balita stunting dan wasting masing-masing 21,5 persen dan 8,5 persen; prevalensi balita underweight dan overweight masing-masing 15,9 persen dan 4,2 persen.

Khusus masalah stunting, perlu ditangani sungguh-sungguh, karena berdampak serius pada terhambatnya perkembangan otak, terutama pada periode emas 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).

Keseriusan pemerintah Indonesia menangani sejumlahpermasalahan diatas kemudian digaungkan oleh Presiden RI terpilih, Prabowo Subianto, pada program makan bergizi bagi anak-anak sekolah.

“Presiden terpilih Prabowo Subianto telah membuat kebijakan yang sangat strategis tentang program gizi, yang bermanfaat bagi sekitar 62 juta anak usia sekolah di Indonesia. Tentu saja, ini merupakan intervensi kebijakan yang penting untuk mendorong kehadiran di sekolah, mencegah anak-anak putus sekolah, dan meningkatkan hasil belajar siswa,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement