Rabu 31 Jul 2024 06:14 WIB

Dishub DKI Bantah Adanya Operator yang Dianakemaskan di Jaklingko

Pendemo menuding PT Transjakarta memberi kuota terbatas kepada operator tertentu.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Syafrin Liputo saat diwawancarai di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Kamis (2/5/2024).
Foto: Republika/Bayu Adji P
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Syafrin Liputo saat diwawancarai di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Kamis (2/5/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta membantah adanya diskriminasi dalam pembagian kuota pengadaan Mikrotrans dalam program Jaklingko. Dishub menyatakan pembagian kuota pengadaan armada dilakukan secara proporsional.

"Tidak (ada anak emas). Tentu jika kita melihat proporsionalnya, ada bahkan yang 90 sekian persen realisasinya, ada yang 90 sekian, ada 75 persen, ada 65 persen," kata Kepala Dishub Provinsi DKI Jakarta Syafrin Liputo menjawab tuntutan aksi para sopir dan operator Mikrotrans di depan Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Selasa (30/7/2024).

Baca Juga

Menurut dia, PT Transjakarta telah melakukan pembagian kuota secara proporsional. Pasalnya, ada beberapa mitra yang realisasi pengadaannya masih di bawah 30 persen. Karena itu, PT Transjakarta melakukan penyesuaian agar kuota yang dibutuhkan tetap dapat dipenuhi.

Sebelumnya, dalam aksi yang dilakukan oleh ribuan sopir dan operator Mikrotrans di depan Balai Kota DKI, salah satu yang menjadi tuntutan adalah adanya diskriminasi terkait pembagian kuota pengadaan Mikrotrans. Koordinator lapangan Fahrul Fatah menuding, diskriminasi itu dilakukan oleh direksi PT Transjakarta terhadap beberapa operator mitra program Jaklingko.

"Direksi Transjakarta menganakemaskan satu operator tertentu, di mana ketua dari operator tersebut adalah sekaligus anggota Komisi B DPRD DKI. Entah motifnya apa, tapi banyak kesalahan yang selalu ditolerir, kuota penyerapan paling banyak yang diberikan terus menerus dan kemudahan lainnya," kata Fahrul.

Akibatnya, operator lain, khususnya operator mikrolet, selalu dipersulit oleh PT Transjakarta. Bahkan, PT Transjakarta dinilai selalu mencari-cari kesalahan operator tertentu.

PT Transjakarta juga disebut memberikan kuota yang sangat terbatas untuk operator tertentu. Padahal, banyak anggota yang masih mengoperasikan angkutan reguler ingin bergabung dengan program Jaklingko. "Kami menuntut keadilan atas itu semua dan meminta Pj Gubernur DKI Jakarta untuk bisa memberikan solusi yang adil bagi semua," ujar Fahrul.

Sementara itu, Ketua Koperasi Komilet Jaya, Berman Limbong, mengatakan jumlah bus kecil yang akan diintegrasikan dengan layanan Transjakarta dalam bentuk Jaklingko Mikrotrans adalah sebanyak 6.360 unit. Namun seiring dengan berjalannya waktu, populasi bus kecil yang sudah diintegrasikan dengan Transjakarta baru berjumlah 2.795 unit atau setara dengan 43,94 persen.

"Dari angka prosentase tersebut, dari 11 operator mitra program Jaklingko, ada satu operator yang memiliki kuota dasar paling banyak dan serapan yang banyak juga, telah mencapai hingga 51 persen. Lucunya, Transjakarta bukannya memberikan kesempatan operator lain untuk memperbesar daya serap, justru terus saja memberikan kuota operator tersebut dengan banyak kemudahan persyaratan dan izin-izinnya," kata Limbong.

Baca: Presiden Erdogan Sambut Prabowo di Istana Kepresidenan Ankara

Menurut dia, praktik itu tentunya tidak sehat. Karena itu, PT Transjakarta sebagai pengelola subsidi transportasi melalui public service obligation (PSO) harus menghentikan hal tersebut dan bertindak lebih adil serta wajib transparan dalam penentuan pemberian kuota serta pembentukan harga perkiraan sendiri (HPS) kepada mitra operator dan publik.

"Karena dana PSO itu berasal dari APBD Provinsi Jakarta yang harus transparan penggunaannya serta mudah diakses oleh publik," kata Limbong.

Kartu pengawasan palsu...

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement