Kamis 11 Jul 2024 15:01 WIB

Saudi Bela Rusia, Ini Kekuatan Kedua Negara yang Jadi Momok Barat

Saudi dan Rusia merupakan dua negara eksportir minyak terbesar di dunia.

Presiden Rusia Vladimir Putin bersama Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud di Kremlin Moskow pada 2017
Foto: Wikimedia Commons
Presiden Rusia Vladimir Putin bersama Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud di Kremlin Moskow pada 2017

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Arab Saudi kini tidak lagi bergantung kepada Amerika Serikat dalam percaturan politik dan ekonomi dunia. Sebagai negara yang kaya akan minyak, Saudi berkompromi dengan China dan Rusia sebagai salah satu sekutu barunya.

Sikap Saudi itu dapat terlihat dari keputusan Riyadh bergabung dengan aliansi ekonomi BRIC (Brasil, Rusia, India dan China) pada awal tahun.

Baca Juga

Pada akhir Desember 2023, Putra Mahkota Muhammad bin Salman juga bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Riyadh. Saat itu, Putin mengatakan, hubungan Saudi dan Rusia berada dalam posisi yang tidak pernah terjadi sebelumnya “Tidak ada yang bisa menghalangi berkembangnya hubungan persahabatan kita,” kata Putin kepada putra mahkota.

Dalam pertemuan tersebut, tidak hanya kesepakatan dibidang ekonomi, tapi juga di bidang pertahanan keamanan. Di bidang pertahanan dan keamanan, kedua belah pihak sepakat untuk meningkatkan kerja sama pertahanan, dengan cara mendukung dan mencapai kepentingan bersama kedua negara.

Kedua pihak menegaskan keinginan mereka untuk memperkuat kerja sama keamanan dan koordinasi mengenai isu-isu yang menjadi kepentingan bersama, termasuk memerangi kejahatan dalam segala bentukny.

Pun kerja sama soal memerangi terorisme dan ekstremisme serta pendanaannya, dan pertukaran informasi untuk menghadapi organisasi teroris, dengan cara yang mencapai keamanan dan stabilitas di negara-negara tersebut. 

Hubungan harmonis Arab Saudi dan Rusia dibuktikan saat Riyadh membela Moskow atas sikap negara-negara maju di G-7. Saudi mengancam akan menjual surat utang negara-negara Eropa yang mereka miliki.

Demikian menurut laporan Bloomberg seperti dilansir MEE, Selasa (9/7/2024).Ancaman itu disampaikan dari Kementerian Keuangan Arab Saudi pada awal tahun ini ke beberapa negara G-7. "Arab Saudi mengisyaratkan utang euro yang diterbitkan oleh Prancis," tulis Bloomberg.

Riyadh telah mengkhawatirkan upaya Barat untuk menyita aset Kremlin selama berbulan-bulan. Pada bulan April, Politico melaporkan bahwa Arab Saudi, bersama dengan Tiongkok dan Indonesia, secara pribadi melobi UE agar tidak melakukan penyitaan.

Ancaman Arab Saudi untuk menjual surat utang negara-negara anggota Uni Eropa menunjukkan langkah Riyadh unjuk kekuatan dalam memanfaatkan daya ekonomi mereka buat mempengaruhi para pembuat kebijakan di negara-negara barat.

Dalam artikel di European Council on Foreign Relations  disebutkan bahwa Riyadh kini berada dalam posisi untuk membentuk tren regional dan global menyusul perubahan geopolitik yang dipicu oleh invasi Rusia ke Ukraina dan penarikan diri Barat dari Timur Tengah dan Afrika Utara.

Dengan memanfaatkan modal energi, finansial, dan politiknya, Arab Saudi telah menjadi kekuatan menengah dengan pengaruh yang sangat besar dalam tatanan dunia multipolar.

Para pemimpin regional dan global telah melakukan perjalanan ke Arab Saudi dengan intensitas baru. Mereka memandang Riyadh sebagai aktor kunci untuk bergerak melampaui perang antara Israel dan Hamas. Riyadh bergerak menuju kerangka keamanan regional yang baru, inklusif, dan berjangka panjang.

Beban geopolitik yang lebih besar ini telah menyebabkan Riyadh bermain di antara para pemain global dan regional yang bersaing dengan tujuan mengamankan kepentingan nasionalnya sendiri. "Kebijakan regional dan internasional yang baru dapat didefinisikan sebagai ‘aksionisme oportunistik’," tulis artikel tersebut.

Kekuatan Saudi dan Rusia

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement