Sabtu 06 Jul 2024 20:45 WIB

AI Bisa Bantu Tingkatkan Akurasi Penalti, Begini Caranya

Timnas Jerman didukung oleh SAP sebagai penyedia data yang membantu analis tim.

Penjaga Gawang Portugal Diogo Costa menghalau bola saat adu penalti pada pertandingan babak enam belas besar Euro 2024 di Frankfurt, Jerman, Senin (1/7/2024). Portugal lolos ke perempat final Euro 2024 usai menyingkirkan Slovenia lewat kemenangan adu penalti 0-0 (3-0).
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, DUSSELDORF -- Setelah Benjamin Verbic gagal mengeksekusi penalti ketiga Slovenia secara beruntun dalam adu penalti melawan Portugal pada babak 16 besar Euro 2024, ia menggambarkan adu penalti sebagai undian.

Ketiga penalti Slovebia tersebut dieksekusi dengan cara yang sama dan menghasilkan tiga penyelamatan yang nyaris serupa oleh kiper Portugal, Diogo Costa. Ia bergerak melakukan penyelamatan sebelum bola ditendang.

Baca Juga

Ilmuwan saraf yang berbasis di Swiss, Jean-Pierre Bresciani, percaya bahwa penalti tidak sepenuhnya merupakan keberuntungan. Akurasi penalti sesuatu yang dapat ditingkatkan melalui latihan, termasuk kemampuan untuk bereaksi lebih cepat mengarahkan tendangan penalti saat kiper bergerak lebih dulu.

Tim risetnya di University of Fribourg telah merancang alat latihan sederhana dan portabel yang menurut mereka dapat mempertajam kemampuan motorik sensorik para pemain hingga 28 persen. Alat ini dapat meningkatkan kemungkinan konversi hingga sepertiganya, berdasarkan uji coba yang mereka lakukan.

Tim ini meminta para pemain profesional mengambil tendangan penalti di lapangan biasa melawan kiper holografik yang penampilan dan gerakannya meniru kiper level atas.

Terhubung ke kacamata augmented reality, perangkat lunak secara acak memberikan lokasi target kepada penendang penalti. Tepat sebelum bola ditendang, kiper hologram akan melakukan gerakan menukik, mengharuskan penendang untuk mengikuti jalur yang telah ditentukan, atau dengan cepat menyesuaikan diri dan mengirim bola ke arah lain.

Sistem ini telah diuji coba pada 13 pemain muda berusia 16-18 tahun dari klub FC Basel dan FC Luzern, termasuk delapan pemain internasional junior Swiss, yang melakukan 10 sesi dari 20 tendangan penalti dengan menggunakan simulator.

Semua pemain secara signifikan mengurangi waktu respons mereka, atau ambang batas motorik sensorik, dengan pengurangan rata-rata dari 429 milidetik menjadi 309 milidetik. Defisit ini menurut para peneliti dapat meningkatkan peluang konversi sebesar 35 persen jika dipertahankan melalui pelatihan.

"Saya tahu ini berhasil karena kami mengukurnya, ini bisa menjadi alat yang sangat berguna," kata Bresciani kepada Reuters, menambahkan sebuah penelitian berbasis laboratorium sebelumnya oleh tim peneliti yang melibatkan sekitar 100 pemain menunjukkan tren yang sama.

"Mereka secara konsisten memiliki respons yang lebih baik," katanya. "Kami meningkatkan ambang batas motorik sensorik. Apa yang kami tingkatkan adalah kemampuan otak untuk menggunakan informasi visual tentang penjaga gawang untuk mengarahkan tendangan lebih cepat dan lebih efisien."

Alat ini tidak dapat mereplikasi kelelahan atau tekanan psikologis dari situasi adu penalti. Namun, menurut Bresciani, alat ini dapat meningkatkan tingkat kesiapan pemain dengan potensi untuk mentransfer konsep tersebut ke area lain di lapangan. Respons yang lebih cepat dapat mengubah permainan.

 

Algoritma...

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement