REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perubahan iklim menimbulkan tantangan besar terhadap ketahanan pangan, khususnya di negara-negara rentan seperti Indonesia. Meningkatnya suhu, cuaca ekstrem, dan perubahan pola curah hujan akan mengancam dan memperburuk berbagai dampak tersebut.
Dalam menghadapi tantangan itu, program semacam Nutrisi Esok Hari menawarkan alternatif bagi lembaga publik dalam mengurangi jejak karbon. "Mengatasi perubahan iklim memerlukan implementasi pola makan yang ramah iklim dan transformasi sistem pangan," jelas Pengelola program Nutrisi Esok Hari Yohana Sadeli dalam siaran pers, Jumat (5/7/2024).
Dia menerangkan, inisiatif yang pihaknya tawarkan penerapan menu berbasis nabati berkelanjutan di institusi publik, seperti sekolah, universitas, dan komunitas, dengan pendampingan ahli gizi profesional. Semua layanan inil gratis tanpa biaya. Program ini merupakan iniatif kolaboratif Animal Friends Jogja dan NGO Internasional Sinergia Animal.
Sejak didirikan pada tahun 2021, Nutrisi Esok Hari telah memiliki 15 komitmen dengan berbagai institusi di Indonesia. Melalui inisiatif itu, pemilik bisnis makanan, institusi nirlaba menerima dukungan dan panduan gratis untuk mengganti produk berbasis hewani dengan alternatif nabati, yang dapat meningkatkan kesehatan dan menurunkan dampak lingkungan.
Saat ini, Nutrisi Esok Hari berpotensi mengubah 300.000 makanan yang disajikan menjadi 100 persen berbasis nabati setiap tahunnya. Menurut program tersebut, selain manfaat lingkungan dan kesehatan, perubahan menu tersebut juga membantu mempertahankan atau bahkan mengurangi biaya yang dikeluarkan.
“Mulai tahun ini, Nutrisi Esok Hari juga memperluas programnya untuk Posyandu dan usaha katering yang bertujuan menyajikan makanan lezat kaya akan protein dengan memanfaatkan protein nabati lokal untuk komunitasnya,” tambah Yohana.
Beberapa contoh dari penerima program ini adalah Dreama Kitchen dan Rella’s Kitchen. Keduanya merupakan usaha katering dan Kader Posyandu di Jepitu dan Kemadang, dua kecamatan di Kabupaten Gunungkidul.