Senin 24 Jun 2024 14:48 WIB

Ada Apa di Balik Larangan Jilbab di Tajikistan yang Mayoritas Muslim?

Politik pasca-Soviet mewarnani larangan jilbab di negara mayoritas Muslim itu.

Seorang wanita berjilbab memanen kapas di ladang dekat desa Yakhak, sekitar 120 km selatan ibu kota Dushanbe, pada 10 Oktober 2013 sebelum pelarangan jilbab.
Foto:

Bubarnya Uni Soviet di penghujung tahun 1991 memang mengantarkan lagi lahirnya sekitar 15 negara baru, yang lima diantaranya mayoritas penduduknya beragama Islam. Kelimanya itu berada di wilayah Asia Tengah, yaitu Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Turkmenistan, dan Uzbekistan. Sebagai negara baru, salah satu persoalan yang dihadapi adalah berkenaan dengan pencarian model sistem dan kultur politik. Memang terdapat petunjuk kuat bahwa umat Islam mulai bangkit, setelah sekitar 70 tahun ditindas habis-habisan oleh rezim komunis Uni Soviet. Namun demikian berbagai kendala menghadang di depannya, baik yang datang dari luar maupun dari dalam.

 

Menurut Komarudin Hidayat dalam tulisannya di Republika pada 1995, kendala dari luar antara lain berupa kekhawatiran negara-negara Eropa, terlebih lagi Rusia, akan bangkitnya kekuatan Islam di Asia Tengah yang sangat bersahabat dengan Iran dan Turki itu, di saat opini Barat melihat Islam sebagai lawan baru mereka setelah ambruknya Uni Soviet. Sementara itu, dari dalam, para pemimpin kelima negara baru ini tidak yakin bahwa Islam bisa memberikan solusi lebih baik dalam pembangunan sistem politik, mengingat perkembangan negara-negara Islam yang ada tidak memberikan gambaran cerah.

Lebih dari itu, akibat dari deislamisasi rezim komunis yang amat keras, pemahaman keislaman masyarakat Asia Tengah relatif dangkal. Paham sinkretisme cukup mencolok, sehingga kesadaran etnis dan agama sulit dibedakan. Bagi mereka pengertian ideologi Islam tidaklah jelas. 

Bahkan jajaran elite penguasa di sana yang umumnya produk pendidikan komunis tidaklah mudah untuk memutuskan hubungan dengan bekas induk semangnya secara drastis. Orang-orang Rusia masih memiliki posisi penting dalam berbagai sektor industri dan administrasi. Karena kemerdekaan negara-negara Asia Tengah diraih tanpa perlawanan keras, tetapi antara lain disebabkan oleh proses pembusukan otot-otot birokrasi dan ideologi Uni Soviet, memungkinkan lagi sahabat-sahabat Kremlin masih bercokol di situ.

photo
Dari kiri di baris pertama, Presiden Tajikistan Emomali Rahmon, Presiden Rusia Vladimir Putin, dan Presiden Kyrgyzstan Sadyr Japarov mengunjungi Museum dan Cagar Alam Negara Peterhof di St. Petersburg, Rusia, Selasa, 26 Desember 2023. - (AP Photo/Pavel Bednyakov)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement