Ahad 23 Jun 2024 10:47 WIB

Profil Tanri Abeng, Mantan Menteri BUMN yang Wafat Hari Ini

Tanri Abeng sukses memimpin pelbagai perusahaan sebelum berkhidmat sebagai menteri.

Tanri Abeng di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Foto: Republika/Rahayu Subekti
Tanri Abeng di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri negara pendayagunaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) RI pertama, Dr H Tanri Abeng MBA meninggal dunia pada hari ini, Ahad (23/6/2024). Almarhum berpulang ke rahmatullah dalam usia 82 tahun.

Sebelum menjabat sebagai menteri, Tanri Abeng merupakan seorang pengusaha dan teknokrat Indonesia. Ia lahir di sebuah desa di Pulau Selayar, Sulawesi Selatan (Sulsel), pada 7 Maret 1942.

Baca Juga

Seperti dilansir dari laman Kepustakaan Presiden Perpustakaan Nasional, Tanri Abeng muda menempuh pendidikan di Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulsel. Semasa kuliah, ia bekerja paruh-waktu di sebuah perusahaan eksportir dan juga mengajarkan bahasa Inggris di sebuah SMA.

Kemudian, Tanri Abeng memperoleh beasiswa untuk melanjutkan studi Master of Business Administration (MBA) di University of New York, Buffalo, Amerika Serikat (AS). Setelah sukses meraih gelar MBA, ia bergabung dengan Union Carbide, sebuah perusahaan yang memproduksi zat kimia dasar dan plastik dan berdiri di AS pada 1917.

Perjalanan karier Tanri Abeng di sana dimulai dari level management trainee. Beberapa waktu kemudian, ia ditempatkan di Jakarta dan menjabat sebagai manajer keuangan perusahaan multinasional tersebut. Saat itu, usianya masih 29 tahun. Selanjutnya, ia duduk sebagai direktur PT Union Carbide Indonesia.

Tanri Abeng kemudian pindah dari perusahaan itu dan memilih bergabung dengan PT Perusahaan Bir Indonesia atau yang kini bernama Multi Bintang Indonesia. Pada 1979, ia resmi menjadi chief executive officer (CEO) perusahaan tersebut.

Pada 1991, ia bergabung dengan Bakrie & Brothers, perusahaan milik Aburizal Bakrie. Di sana, dirinya menjadi CEO.

Saat berkiprah di Bakrie & Brothers, Tanri Abeng mencoba melakukan restrukturisasi dan profitisasi. Kerja kerasnya berbuah manis. Korporasi ini lalu menjadi perusahaan publik. Dalam setahun, ia berhasil meningkatkan keuntungan kelompok usaha Bakrie tersebut hingga 30 persen.

Saat itu, ia sempat dijuluki sebagai "Manajer Rp1 Miliar." Sebab, dengan nominal demikianlah Tanri Abeng dibayar saat memimpin perusahaan milik Aburizal Bakrie tersebut.

Selain menjadi CEO, Tanri Abeng juga memegang banyak posisi senior noneksekutif di banyak organisasi kepemerintahan dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Di antaranya adalah Komisi Pendidikan Nasional, Badan Promosi Pariwisata, Dana Mitra Lingkungan, Asosiasi Indonesia-Inggris, Institut Asia-Australia, dan Yayasan Mitra Mandiri.

Ketika pemerintah berniat melakukan pendayagunaan atau restrukturisasi dan privatisasi BUMN, Tanri menjadi orang yang dinilai paling kompeten. Ia diangkat menjabat menteri negara pendayagunaan BUMN pada Kabinet Pembangunan VII. Inilah kabinet terakhir dalam era pemerintahan presiden Soeharto, yang mundur pada Mei 1998.

Hingga masa pemerintahan presiden BJ Habibie, Tanri Abeng tetap dipercaya di posisi jabatan yang sama, yakni dalam Kabinet Reformasi Pembangunan. Jabatan itu diembannya pada periode 25 Mei hingga 13 Oktober 1999.

Setelah tidak menjabat menteri, Tanri Abeng menjadi komisaris utama di PT Telkom Indonesia, PT Pertamina Persero, dan PT Bio Farma. Setelah itu, ia lebih banyak memanfaatkan waktunya untuk mengembangkan pemikiran dan pendidikan manajemen.

Tanri Abeng menulis buku Dari Meja Tanri Abeng: Managing atau Chaos, yang diterbitkan Pustaka Sinar Harapan pada 2000. Pada 2011, ia mendirikan Universitas Tanri Abeng yang berlokasi di Pesanggrahan, Jakarta Selatan. 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement