Rabu 05 Jun 2024 14:24 WIB

Eks Mentan SYL Klaim Pemberian Bantuan tak Langgar Hukum

SYL menegaskan penyaluran bantuan melalui Nasdem tidak perlu dipermasalahkan.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Teguh Firmansyah
Terdakwa kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian,  Syahrul Yasin Limpo berjalan usai mendengarkan keterangan saksi saat sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (3/6/2024). Jaksa penuntut umum menghadirkan sejumlah saksi diantaranya advokat Febri Diansyah dengan kapasitasnya sebagai mantan pengacara terdakwa SYL. Dalam sidang tersebut, Advokat Febri Diansyah mengaku menerima honorarium saat mendampingi terdakwa SYL dalam proses penyelidikan di KPK sejumlah Rp800 juta sesuai dengan kesepakatan.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Terdakwa kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian, Syahrul Yasin Limpo berjalan usai mendengarkan keterangan saksi saat sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (3/6/2024). Jaksa penuntut umum menghadirkan sejumlah saksi diantaranya advokat Febri Diansyah dengan kapasitasnya sebagai mantan pengacara terdakwa SYL. Dalam sidang tersebut, Advokat Febri Diansyah mengaku menerima honorarium saat mendampingi terdakwa SYL dalam proses penyelidikan di KPK sejumlah Rp800 juta sesuai dengan kesepakatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) menegaskan pemberian bantuan yang dilakukannya tak melanggar hukum apapun. SYL berdalih tindakan itu dilakukan dalam rangka kemanusiaan. 

Hal itu disampaikan SYL saat menanggapi kesaksian Bendahara Umum (Bendum) Partai Nasdem Ahmad Sahroni di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (4/6/2024). Sahroni bersaksi soal dana yang pernah digunakan Nasdem dari SYL untuk kegiatan sosial seperti penyerahan bantuan sembako. 

 

"Kalau hanya salurkan bansos, sembako, atas nama bencana alam dan kurban kepada siapapun boleh, itu pengetahuan saya, apalagi saya menteri diangkat Nasdem," kata SYL dalam persidangan tersebut. 

 

SYL menegaskan penyaluran bantuan melalui Nasdem tidak perlu dipermasalahkan asalkan sesuai peruntukkan. Dana itu, menurutnya, baru bermasalah kalau akhirnya tak digunakan untuk bantuan kepada masyarakat.  "Sepanjang tidak diselewengkan sah-sah saja," ujar mantan Gubernur Sulawesi Selatan itu. 

 

SYL berkelit bahwa bantuan tersebut diberikan atas nama Garda Wanita (Garnita) Malahayati selaku ormas. SYL beralasan Garnita Malahayati dan Partai NasDem merupakan dua entitas berbeda. 

 

Garnita Malahayati tercatat dipimpin oleh Indira Chunda Thita selaku anak SYL. Sehingga SYL merasa Garnita Malahayati ialah ormas khusus bentukannya. 

 

"Apalagi bukan untuk nama partai. Ini ormas saya (Garnita Malajayati). Itu ada pemisahan antara ormas partai dan partai itu sendiri. Itu jelas," ujar SYL. 

 

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan Ahmad Sahroni telah mengembalikan uang Rp 800 juta yang diberikan SYL ke NasDem pada Maret 2024. Sahroni juga mengakui Partai Nasdem sudah mengembalikan uang Rp800 juta yang merupakan sumbangan dari SYL.

 

Sebelumnya, JPU KPK mendakwa SYL melakukan pemerasan hingga Rp 44,5 miliar. Sejak menjabat Mentan RI pada awal 2020, SYL disebut mengumpulkan Staf Khusus Mentan RI Bidang Kebijakan Imam Mujahidin Fahmid, mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan Kasdi Subagyono, mantan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta dan ajudannya, Panji Harjanto. 

 

Mereka lantas diminta melakukan pengumpulan uang "patungan" dari semua pejabat eselon I di Kementan untuk keperluan SYL. Perkara ini menjerat Syahrul Yasin Limpo, Kasdi Subagyono, dan Muhammad Hatta. 

 

Atas perbuatannya, SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e, atau Pasal 12 Huruf F, atau Pasal 12 huruf B Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement