Rabu 22 May 2024 05:55 WIB

Kasus Timah, Kejakgung Segera Tahan Pendiri Sriwijaya Air

Hendry Lie belum diperiksa Kejakgung karena sakit.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Joko Sadewo
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah, mengatakan akan segera memeriksa dan menahan tersangka kasus timah, Hendry Lie.
Foto: Bambang Noroyono
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah, mengatakan akan segera memeriksa dan menahan tersangka kasus timah, Hendry Lie.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) akan segera melakukan penahanan terhadap tersangka kasus timah, Hendry Lie (HL).  Hingga kini, Hendry Lie belum pernah diperiksa Kejakgung karena sakit.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah, mengatakan tim penyidiknya sudah melakukan pemanggilan ulang terhadap salah-satu anggota keluarga pendiri maskapai penerbangan Sriwijaya Air. Ia dipanggil untuk diperiksa sebagai tersangka dan untuk dilakukan penahanan.

Penahanan terhadap Hendry Lie, menurut dia, sampai saat ini belum dilakukan penyidik lantaran faktor kemanusian. Hendry Lie, sejak diumumkan sebagai tersangka pada Jumat (26/4/2024) lalu, mengaku diri dalam kondisi yang sakit. 

“Memang ada konfirmasi, bahwa yang bersangkutan (Hendry Lie) sebagai tersangka, benar sakit. Ada pemberitahuannya,” kata Febrie, Selasa (21/5/2024) malam.

Akan tetapi, kata Febrie, kondisi sakit bagi seorang tersangka semestinya tak menghambat proses, maupun jalan kepastian hukum atas perkara yang sedang dalam penyidikan. Itu sebabnya,  tim penyidiknya sudah melakukan pemanggilan ulang terhadap Hendry Lie. 

Hendry Lie belum pernah sekalipun diminta keterangannya sebagai tersangka dalam kasus korupsi timah yang menjeratnya kini. Namun belum diketahui kapan tanggal pastinya Hendry Lie akan diperiksa terkait perannya selaku pemilik manfaat dari PT Tinindo Inter Nusa (TIN). “Pastinya kita upayakan secepatnya untuk bisa dipanggil sebagai tersangka dan untuk bisa memberikan keterangan,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kuntadi. 

Kata Kuntadi, jika Hendry Lie mangkir dalam statusnya sebagai, tentu saja akan mengundang konsekuensi negatif terhadap dirinya sendiri. “Kalau kita panggil, dan dia tidak menggunakan haknya dalam memberikan keterangan, justru akan merugikan dirinya sendiri. Nanti akan kita lihat treatment hukumnya akan seperti apa,” kata Kuntadi.

Sampai saat ini, Hendry Lie yang sudah berstatus sebagai tersangka, dan belum ditahan oleh penyidik, pun belum dilakukan pencegahan. Penyidik merasa tak khawatir pengusaha kaya raya asal Bangka Belitung itu melarikan diri ke luar negeri. “Kita selalu menyiapkan langkah-langkah antisipasi,” begitu ujar Kuntadi. 

Hendry Lie diumumkan sebagai tersangka pada Jumat (26/4/2024) lalu. Status hukum tersebut terkait dengan perannya selaku benefit official ownership, atau pemilik manfaat atas keberadaan PT TIN. Penyidik Jampidsus juga menetapkan tersangka terhadap Fandy Lingga (FL) yang merupakan adik dari Hendry Lie, yang juga anggota keluarga pendiri Sriwijaya Air.

Fandy Lingga dijerat tersangka terkait perannya sebagai manager marketing PT TIN. PT TIN adalah satu dari lima perusahaan yang mengikat kerjasama ilegal dengan PT Timah Tbk dalam melegalkan aktivitas penambangan di lokasi IUP PT Timah Tbk. 

Selain PT TIN, empat perusahaan lainnya yang menjadi objek penyidikan kasus ini adalah PT Rafined Bangka Tin (RBT), PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS), PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), dan CV Venus Inti Perkasa (VIP). Dalam penyidikan berjalan, kasus korupsi timah ini, sudah menetapkan total 21 orang sebagai tersangka. Enam di antaranya adalah para penyelenggara negara kedinasan di daerah, dan juga para petinggi di PT Timah Tbk.

Adapun terkait kerugian negara, Jampidsus sudah mengantongi hasil penghitungan tim ahli Institut Pertanian Bogor (IPB), terkait kerusakan lingkungan dan ekologis akibat penambangan timah ilegal di lokasi IUP PT Timah Tbk sebesar Rp 271 triliun. Nilai tersebut, dimasukkan penyidik ke dalam kerugian perekonomian negara. Sedangkan angka kerugian keuangan negara, masih dalam penghitungan di Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement