Senin 13 May 2024 09:12 WIB

Lima Aktivis UI Dirikan ICTR, Fokus Isu Carbon Sovereignty

Isu industrialisasi karbon mesti mendapat perhatian serius

Karbon (ilustrasi). Isu industrialisasi karbon mesti mendapat perhatian serius
Foto: Kanenori/www.pixabay.com
Karbon (ilustrasi). Isu industrialisasi karbon mesti mendapat perhatian serius

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Lima aktivis muda Universitas Indonesia (UI) yaitu Wieldan Akbar, Opu Pangeran Ali Asyam, Muhammad Rihandi, Nabih Rijal Makarim, dan Alief Juliansyah mendirikan lembaga Indonesia Carbon Trade Review (ICTR) pada Jumat (10/5/2024)

Deklarasi lembaga ini ini bertujuan menggerakkan partisipasi masyarakat sipil dalam penegakan hukum dan kedaulatan negara dalam perdagangan karbon.

Baca Juga

Chairman ICTR, Wieldan Akbar, mengatakan mekanisme pasar dalam upaya mengurangi emisi karbon tersebut harus dijalankan dengan upaya mempertahankan dan menjaga kedaulatan negara dalam perdagangan karbon atau Carbon Sovereignty.

“Ini sejalan dengan pernyataan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar pada Senin lalu (6/5/2024) bahwa Pemerintah telah mengeluarkan peraturan perdagangan karbon demi menjaga kedaulatan negara demi menghindari ‘green washing’ serta ‘karbon hantu’,” ungkap alumni Antropologi UI angkatan 2010 tersebut.

Perdagangan karbon merupakan transaksi jual beli antara perusahaan atau industri penghasil emisi karbon sebagai pembeli dan industri pemilik konsesi hutan sebagai penjual.

Pemilik konsesi hutan yang terlibat perdagangan karbon menurut Peraturan Menteri LHK no. 21 tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Perdagangan Karbon harus memiliki Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) dan terdaftar dalam Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI).

Indonesia Carbon Trade Association (IDCTA) yang merupakan asosiasi pelaku perdagangan karbon Indonesia menyebut potensi ekonomi karbon di Indonesia dapat mencapai US$565,9 miliar (sekitar Rp8.488 triliun), artinya potensi pasar ini sangat besar dan berpotensi mengganggu kedaulatan bangsa.

“Oleh karena itu, selain berupaya mendukung penegakan peraturan Pemerintah dalam perdagangan karbon, kami juga akan menjadi mitra kritis untuk mengawasi para pelaku perdagangan karbon yang diduga belum mematuhi peraturan dan belum terdaftar dalam registrasi nasional,” ujar dia. 

photo
6 cara mengurangi jejak karbon - (Republika)

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement