Kamis 28 Mar 2024 16:36 WIB

Dituding Salah Gunakan Kekuasaan Saat Pilpres, Jokowi Tolak Komentari Sidang MK

Di sidang MK, tim hukum Ganjar-Mahfud ungkap tiga skema nepotisme Jokowi di pilpres.

Rep: Dessy Suciati Saputri, Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Foto:

Pada Rabu (27/3/2024), Tim hukum Ganjar Pranowo-Mahfud MD menuding Presiden Jokowi melakukan praktik nepotisme yang melahirkan penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Hal tersebut dilakukan Jokowi untuk memenangkan pasangan calon tertentu.

Nepotisme yang dilakukan oleh Jokowi dapat diklasifikasikan menjadi tiga skema. Pertama, nepotisme untuk memastikan Gibran Rakabuming Raka memenuhi syarat untuk menjadi kontestan Pilpres 2024.

"Lalu keikutsertaan Anwar Usman dalam Perkara Nomor 90 Tahun 2023, sampai dengan digunakannya termohon untuk menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka, yang mana akhirnya keduanya dinyatakan melanggar etika," ujar anggota tim hukum Ganjar-Mahfud, Annisa Ismail dalam sidang perdana perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) pemilihan presiden (Pilpres) 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu.

Skema kedua adalah menyiapkan jaringan yang diperlukan untuk mengatur jalannya Pilpres 2024. Hal tersebut dimulai dengan penunjukan penjabat (Pj) kepala daerah yang memiliki kedekatan dengan Jokowi.

Bentuk nepotisme ketiga adalah memastikan agar Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka memenangkan Pilpres 2024 dalam satu putaran. Untuk mewujudkannya, Jokowi melakukan berbagai cara.

"Mengadakan pertemuan-pertemuan dengan berbagai pejabat di berbagai lini, mulai dari pemerintah pusat hingga pemerintah desa. Yang kemudian dikombinasikan dengan politisasi bansos, sebagaimana terlihat dari aspek waktu pembagian, aspek jumlah yang dibagikan, aspek pembagi bantuan sosial, dan tentunya aspek penerima bansos," ujar Annisa.

Ganjar sendiri mengatakan, Indonesia pernah pada satu titik untuk mewujudkan reformasi. Momentum di mana masyarakat mengoreksi pemerintahan yang saat itu melenceng, membelenggu kebebasan warga, menebar ketakutan, dan menjauhkan negara ini dari cita-cita luhurnya.

Namun saat ini, ia menyindir adanya pihak yang melupakan semangat reformasi yang diperjuangkan rakyatnya pada masa lalu. Pihak yang menghalalkan kecurangan untuk meraih kembali kekuasaan, yang ditegaskannya tak sejalan dengan semangat reformasi.

Gugatan pihaknya hari ini lebih dari sekedar kecurangan dalam setiap tahapan Pilpres 2024. Segala praktik kecurangan pada kontestasi nasional tersebut sangat mengejutkan dan benar-benar menghancurkan moral adalah menyalahgunakan kekuasaan atau abuse of power.

"Saat pemerintah menggunakan segala sumber negara untuk mendukung kandidat tertentu, saat aparat keamanan digunakan untuk membela kepentingan politik pribadi, maka saat itulah bagi kita untuk bersikap tegas bahwa kita menolak semua bentuk intimidasi dan penindasan," ujar Ganjar.

 

photo
Karikatur Opini Republika : Nasehat Presiden - (Republika/Daan Yahya)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement