Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono menyebut nomenklatur gempa Bawean lebih tepat daripada gempa Tuban. Dia menyebutkan, gempa yang mencapai M 6,5 itu menjadi bukti jalur sesar di Laut Jawa masih aktif.
"Sekaligus menjadi pengingat kita agar selalu waspada terhadal keberadaan sesar aktif dasar laut yang jalurnya dekat pulau berpenduduk, karena gempa dapat terjadi dan berulang kapan saja," jelas Daryono lewat unggahan di X, dikutip Sabtu (23/3/2024).
Dia menuliskan, wilayah Pulau Bawean dan sekitarnya berada pada zona suture, yang mengindikasikan jejak keberadaan sesar-sesar utama yang berusia tua. Dia menduga, pembangkit gempa di sana adalah Sesar Muria atau laut menurut Peter Lunt.
"Pembangkit gempa Bawean M 5,9 dan M 6,5 pada 22 Maret 2024 diduga Sesar Muria (Laut) menurut Peter Lunt," kata dia.
Daryono juga menerangkan, gempa Bawean banyak susulanya karena karakter gempa kerak dangkal terjadi di batuan kerak permukaan yang batuannya heterogen. Itu membuatnya canderung rapuh atau brittle, mudah patah.
"Berbeda dengan gempa kerak samudera yang batuan homogen-elastik atau ductile, miskin gempa susulan bahkan tanpa susulan," jelas dia.
Dia menjelaskan, gempa susulan sesuatu yang lazim terjadi pascagempa kuat. Dengan begitu, hal itu bukan untuk ditakuti. Banyaknya gempa susulan hanya sekadar gambaran kondisi batuan yang rapuh mudah deformasi.
"Gempa susulan yang banyak justru dapat memberi informasi peluruhan sehingga kita jadi tahu aktivitas gempa akan segera berakhir," kata Daryono.